SILOGISME; KEKELIRUAN DALAM SILOGISME
Makalah Ini Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliyah Logica
Saintifik
Disusun oleh :
Muhamad Saiful Muluk
Fadel Muhammad Asror Zain
Dosen pembimbing :
Mohamad Thohir, M.Pd.I
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
Bab I pendahuluan
I.
Latar belakang masalah
Berfikir
adalah kegiatan manusia yang ada sejak manusia lahir hingga manusia
meninggal dunia. Kegiatan berfikir menggunakan akal sebagai medianya. Dan
karena kemampuan berfikirlah, manusia dilebihkan oleh Allah dari pada malaikat
dan syaitan, serta makhluk-maklhuk lainya untuk mengurus bumi. Sangat jelas
sekali perbincangan Allah dengan makhluk-Nya yang diabadikan dalam Surat
Al-Baqoroh ayat 30 – 34, bahwa manusialah yang ditakdirkan menjadi wakil Tuhan
untuk mengurus bumi. Dan dalam surat At-Tien ayat 4, Allah menyatakan bahwa
manusia diciptakan dalam sebaik-baik ciptaan-Nya. Karena apa manusia dikatakan
makhluk Allah yang sempurna, jawabannya adalah karena kemampuan manusia untuk
menggunakan akalnya atau berfikir.
Dalam
berfikir, manusia dihadapkan dengan banyak persoalan-persoalan yang
memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan. Dengan berbedanya manusia yang
memikirkan, maka berbeda pula hasil dari pemikirannya tersebut. Dengan adanya
kesalahan tersebut, maka dampak yang diakibatkan semakin besar, misalnya jika
hasil pemikiran yang salah dijadikan dasar dalam kehidupan sehari-hari, maka
manusia akan melakukan apapun sesuai dengan pemikirannya sendiri dan saling
sesat dan menyesatkan. Oleh karena itu, untuk meminimalisir kesalahan dalam
berfikir atau menarik kesimpulan, maka para ilmuan menciptakan kaidah berfikir
yang disebut dengan ilmu logika.
Dalam
pembahasan ini, penulis membahas masalah bagaimana menarik kesimpulan. Dalam
menarik kesimpulan ada dua metode diantaranya metode induktif dan deduktif.
Khusus bahasan makalah ini, adalah masalah penarikan deduktif atau silogisme.
Untuk lebih jelasnya, penulis membahasnya dalam bab II Pembahasan.
II.
Rumusan
masalah
Dalam makalah ini, penulis mengambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Apakah
hakikat pengertian silogisme ?
2.
Bagaimanakah
prinsip-prinsip dalam silogisme?
3.
Apakah
hakikat dari silogisme kategorik dan silogisme hipotetik ?
4.
Apakah
yang menjadi kesalahan-kesalahan dalam penarikan kesimpulan dalam silogisme?
III.
Tujuan
A.
Mengetahui
dan memahami hakikat pengertian silogisme, prinsip-prinsip silogisme serta
hakikat silogisme kategorik dan hipotetik.
B.
Mengetahui
dan memahami kesalahan-kesalahan dalam penarikan kesimpulan menggunakan metode
silogisme
Bab II Pembahasan
I.
Penegrtian Silogisme
Silogisme
adalah bentuk penarikan kesimpulan secara deduktif dan secara tidak langsung
kesimpulanya ditarik dari dua premis sekaligus. Dalam silogisme kebenaran dan
ketidakbenaran pada premis-premis tidak dipermasalahkan, sehingga silogisme
hanya mempersoalkan kebenaran Formal (atau kebenaran bentuk) dan tidak
mempersoalkan kebenaran material (kebenaran isi).[1]
II.
Struktur Silogisme
Silogisme
tersrtuktur dari tiga proposisi, dua proposisi yang disajikan dan satu
proposisi yang diambil kesimpulan dari kedua proposisi tersebut. Proposisi yang
disajikan namanya premis. Proposisi yang ke tiga dinamakan konklusi.
Predikat Konklusi dinamakan premis mayor, dan subjek konklusi dinamakan premis
minor. Dan term antara kedua preposisi dinamakan term penengah.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam silogisme:
·
Premis
mayor disajikan terlebih dahulu daripada premis minor.
·
Term
penengah dilambangkan dengan M
·
Term
Mayor dilambangkan dengan P
·
Term
minor dilambangkan dengan S
III.
Pola dasar silogisme[2]
a.
Term
middle adalah subyek premis dari mayor dan predikat premis dari minor.
Contoh :
Semua yang dilarang Tuhan mengandung bahaya
Mencuri dilarang Tuhan
Mencuri mengandung bahaya
b.
Term
middle adalah predikat dari kedua premis mayor dan minor.
Contoh :
Semua makhluk hidup membutuhkan air
Tidak ada tumbuhan kering membutuhkan air
Jadi, tidak satupun tumbuhan kering adalah makhluk hidup
c.
Term
middle adalah subyek dari kedua premis mayor dan minor.
Semua politikus adalah pandai bicara
Sebagian politikus adalah sarjana
Beberapa sarjana adalah pandai bicara
d.
Term
middle adalah predikat dari premis mayor dan subjek dari premis minor.
Semua pendidik adalah manusia
Semua manusia akan mati
Sebagian yang akan mati adalah pendidik
IV.
Prinsip dasar silogisme[3]
Terdapat dua
buah hukum dasar silogisme, diantaranya:
a.
Apabila
ada dua buah term yang keduanya saling berhubungan dengan term lain, maka kedua
term tersebut saling berhubungan pula. Contoh
A=C, B=C, sehingga A=B. dalam kalimat:
~
Besi
adalah logam yang sangat berguna
~
Besi
adalah logam yang murah
~
Jadi,
logam yang sangat berguna adalah logam yang paling murah
b.
Apabila
ada dua buah term, salah satu diantaranya mempunyai hubungan dengan term ke
tiga dan term yang satu lainnya tidak, maka kedua hubungan tidak mempunyai
hubungan satu sama lain. contoh: A=C, B≠C, maka A≠B. contoh dalam kalimat:
~
Tidak
seorangpun manusia yang sempurna di dunia ini
~
Ali
adalah manusia
~
Jadi,
Ali tidaklah sempurna di dunia ini
V.
Silogisme kategoris
Adalah
silogisme yang terdiri dari proposisi-proposisi kategoris. Silogisme kategoris adalah
salah satu dari bentuk penyimpulan deduktif yang menggunakan mediasi yang
terdiri dari tiga proposisi kategoris. Dua proposisi yang pertama dinamakan
Permis I dan Premis II, sedangkan Proposisi yang terakhir dinamakan kesimpulan
atau konklusi. Premis pertama atau premis mayor adalah premis yang mempunyai
kuantitas dan luas pengertian universal. Sedangkan premis minor adalah premis
yang mempunyai kualitas dan luas pengertian pertikular atau singular. Dari
kedua premis tersebut ditarik sebuah kesimpulan.[4]
Sedangkan unsur-unsur silogisme kategoris adalah:
a.
Tiga
buah proposisi; premis mayor, premis minor dan konklusi
b.
Tiga
buah term; term Subjek (S), term predikat (P) dan term antara (M)
Premis mayor adalah premis yang didalamnya terdapat term predikat
(P) yang akan diperbandingkan dengan term antara (M). sedangkan premis minor
didalamnya terdapat term subjek (S) yang akan diperbandingkan dengan term
antara(M). dan kesimpulan adalah kebenaran baru yang diperoleh melalui proses
penelaran yang berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara term mayor
(P) dan term minor (S).
Contoh :
Premis mayor : semua
kendaraan umum (M) harus memiliki izin trayek (P)
Term minor : Semua bis
kota (S) adalah kendaraan umum (M)
Kesimpulan : jadi,
semua bis kota(S) harus memiliki izin trayek (P)
VI.
Prinsip-prinsip Umum dalam Silogisme Kategoris
Silogisme
kategoris pada dasarnya menyatakan kesesuaian dan ketidaksesuaian antara term
minor dan term mayor dengan dasar pertimbangan pada term antara. Proses
berfikir seperti ini memiliki empat aksioma logis sebagai berikut.[5]
a.
Prinsip
Identitas Timbal Balik
“Jika kedua term cocok atau identik dengan term ke tiga, maka kedua
term tersebut identik antara sasu dengan lainnya”
Contoh :
Premis Mayor : Semua mahasiswa (M) adalah masyarakat akademis (P)
Premis Minor : Teman-teman BKI C3 (S) adalah mahasiswa (M)
Kesimpulan : jadi, teman-teman BKI C3 (S) adalah masyarakat akademis (P)
Dalam contoh tersebut tampak bahwa
dengan adanya term antara (M), term minor (S) identik dengan term mayor (P)
b.
Prinsip
berbeda Timbal Balik
“Jika diantara kedua term hanya salah satu yang cocok dengan term
ketiga, sementara yang lain tidak cocok, maka kedua term pertama tersebut tidak
cocok satu sama lain.”
Contoh:
Premis Mayor : Mahasiswa (P) adalah kaum intelektual (M)
Premis Minor : Pemulung (S) bukan kaum intelektual (M)
Kesimpulan : Jadi, pemulung (S) bukan mahasiswa (P)
Dari contoh dapat difahami bahwa
hanya salah satu dari kedua term pertama yang cocok dengan term ke tiga,
sehingga antara term pertama dengan term ke dua tidak identik satu sama lain.
c.
Prinsip
Dictum De Omni
“ Apa yang diakui dalam kelas logis tertentu, diakui pula dalam
bagian-bagian dari logisnya.”
Contoh :
Premis Mayor : setiap manusia (M) adalah makhluk sosial (P)
Premis Minor : kisman (S) adalah manusia (M)
Kesimpulan : Jadi Kisman (S) adalah makhluk sosial (P)
Dari contoh difahami bahwa Kisman sebagai bagian dari manusia, maka
ia termasuk golongan makhluk sosial.
d.
Prinsip
Dictum de Nullo (Hukum Kemustahilan)
“Apa yang diingkari dalam suatu kelas logis tertentu, maka
diingkari pula tentang bagian-bagian logis bawahannya”
Contoh :
Premis Mayor : Bangsa Indonesia (M) adalah bukan bangsa Pakistan (P)
Premis Minor : Orang Jawa (S) adalah bangsa Indonesia (M)
Kesimpulan : Jadi Orang Jawa (S) bukanlah bangsa Pakistan (P)
Dari contoh sudah jelas, bahwa orang
Jawa sebagai bagian dari Bangsa Indonesia bukan merupakan bagian dari Bangsa
Pakistan. Sehingga Orang Jawa sebagai bagian dari bangsa Indonesia dimanapun
tempatnya, walaupun di Pakistan adalah bukan bangsa Pakistan.
VII.
Delapan Aturan Umum dalam Silogisme dan Kesalahannya[6]
Dalam
silogisme, aturan umum dibagi menjadi dua bagian. Aturan yang berdasarkan pada
term dan aturan yang berdasarkan pada premis.
A.
Aturan yang berdasarkan pada Term
Aturan I : Jumplah term tidak boleh lebih atau kurang dari tiga,
atau jumplah term harus tiga buah.
Silogisme katergoris adalah pola penyimpulan tidak langsung, dimana
dua buah term dibandingkan dengan term ketiga. Term minor sebagai subjek dari
kesimpulan dan term mayor sebagai predikatnya. Sedangkan term antara sebagai
pembanding antara term minor dengan term mayor.
Sehingga ketiga term saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Misalnya jika hanya ada dua term, maka tidak dapat dilakukan penyimpulan,
melainkan yang ada hanya sebuah putusan atau proposisi. Contoh: Mahasiswa
(M) adalah warga akademisi (P)
Jika ada empat term, maka tidak ada term khusus yang membandingkan
antara term mayor dengan term minor, sehingga tidak ada yang digunakan untuk
membandingkan apakah term minor (S) cocok atau tidak cocok dengan term mayor
(P).
Contoh:
Premis Mayor : Keadaan sosial politik saat ini (S) sangat genting (M1)
Premis Minor : Gentingnya (M2) banyak yang bocor (P)
Kesimpulan : jadi, Keadaan sosial politik saat ini (S) sudah banyak
yang bocor (P)
Menggunakan metode silogisme,
kesimpulannya kelihatan benar, namun tidak memiliki hubungan logis dengan
premis-premisnya. Kesalahan silogisme dapat terjadi karena adanya term yang
memiliki makna ganda atau term ekuivok.
Aturan II : term Subjek (S) atau term predikat (P) di dalam kesimpulan
tidak boleh lebih luas daripada term subjek (S) atau term predikat (P) yang
terdapat dalam premis-premisnya.
Artinya adalah term mayor (P) di
dalam kesimpulan tidak boleh universal jika di dalam premisnya term tersebut
bersifat partikular. Atau term minor (S) di dalam kesimpulan tidak boleh
universal jika di dalam premisnya term tersebut bersifat partikular. Karena
jika term mayor (P) dan term minor (S) adalah partikular di dalam
premis-premisnya dan universal di dalam kesimpulannya, maka yang cocok dengan
term hanya sebagian objek saja.
Contoh :
Premis Mayor : Mahasiswa (M) adalah kaum intelektual (P)
Premis Minor : Karyawan (S) bukan mahasiswa (M)
Kesimpulan : Karyawan
(S) bukan kaum intelektual (P).
Term P kaum intelektual dalam preposisi afirmatif adalah
partikular, dan term ini menjadi universal ketika berada dalam kesimpulan
setelah menjadi predikat dari proposisi negatif. Dari contoh dapat difahami
bahwa beberapa referent dari term Mayor (P) kaum intelektual
cocok dengan term minor (S) mahasiswa. Kesimpulannya tidak ada satupun
term antara (M) yang cocok dengan term minor (S). Artinya tidak ada karyawan
yang kaum intelektual, padahal hanya ada kemungkinan karyawan adalah mahasiswa,
dan mahasiswa adalah kaum intelektual. Sehingga sebagian karyawan adalah kaum
intelektual. Maka silogisme diatas dinilai salah.
Aturan III: term antara (M) tidak boleh masuk dalam kesimpulan.
Term antara (M) adalah pembanding antara term mayor (P) dan term
minor (S). antara term mayor (P) dan term minor (S) ada kesesuaian atau tidak.
Sehingga term antara (M) harus terdapat pada kedua premis dan tidak terdapat
pada kesimpulan. Jika term antara (M) muncul lagi dalam kesimpulan, maka
artinya dalam proses penalaran tidak terjadi penyimpulan.
Contoh :
Premis mayor : setiap
orang dapat menangis
Premis minor : setiap
orang dapat tertawa
Kesimpulan : setiap
orang dapat menangis dan tertawa
Proses penalaran yang terjadi seperti contoh tersebut adalah logis,
namun tidak menciptakan kesimpulan dan kebenaran baru dari premis-premisnya,
sehingga tidak dinamakan silogisme.
Aturan IV: term antara harus sekurang-kurangnya satu kali
universal
Referent (objek) dari
term antara (M) sekurang-kurangnya identik atau tidak identik dengan referent
(objek) dari term mayor atau term minor. Jika term antara digunakan dua kali
secara pertikular di dalam premis-premisnya, maka term minor hanya sesuai
dengan bagian tertentu dari term mayor.
Contoh :
Premis mayor : tikus
(P) mempunyai ekor (M)
Premis minor : ikan
(S) mempunyai ekor (M)
Kesimpulan : Ikan
(S) sama dengan tikus (P)
Fakta membutikan bahwa antara tikus dan ikan sama-sama memiliki
ekor, namun keduanya tidak bisa disamakan secara keseluruhan seperti yang ada
pada kesimpulan yang bersifat universal. Sehingga kesimpulan tidak cocok dengan
premis-premisnya, dan silogisme dinyatakan salah.
B.
Aturan yang berdasarkan pada Premis
Aturan V : jika premis-premisnya afirmatif, maka
kesimpulannya harus afirmatif.
Artinya kedua premis mayor dan minor adalah afirmatif. Sehingga
kedua term mayor (P) dan term minor (S) menunjukan kesesuaian dengan term
antara (M). maka dalam kesimpulan harus sesuai dengan kesesuaian kedua term
dengan term ketiga.
Contoh :
Premis Mayor : Hewan (M) adalah makhluk yang memiliki insting (P)
Premis Minor : Anjing (S) adalah hewan (M)
Kesimpulan : Jadi, anjing (S) adalah makhluk yang mempunyai insting (P)
Jika premis-premisnya afirmatif dan
kesimpulannya negatif, maka silogisme dinyatakan salah. Misalnya kesimpulannya
dirubah menjadi Anjing bukan makhluk yang mempnyai insting. Maka
kesimpulannya menjadi salah dan tidak logis.
Aturan VI : Kedua premis tidak
boleh Negatif
Jika kedua premis negatif, artinya
term mayor (P) dan term minor (S) tidak cocok dengan term antara (M), sehingga mengakibatkan
tidak berfungsinya term antara. Sehingga term antara tidak mampu menghibungkan
antara term minor S dan term mayor P. Dan jika kesimpulan terpaksa dilakukan,
maka kesimpulan dianggap tidak sah.
Contoh :
Premis Mayor : Nuril (M) tidak merasa bahagia (P)
Premis Minor : Saiful (S) bukan Nuril (M)
Kesimpulan : Saiful (S) tidak merasa bahagia (P)
Padahal dalam kenyataan Saiful (S)
mungkin mengalami bahagia dan susah, namun bukan karena Saiful adalah bukan
Nuril. Sehingga silogisme diatas dianggap tidak valid.
Aturan VII : Jika salah satu
premisnya partikular, maka kesimpulannya harus partikular; dan jika salah satu
premisnya adalah negatif, maka kesimpulannya adalah afirmatif
Artinya jika salah satu premisnya
adalah negatif dan partikular, maka kesimpulannya harus negatif dan partikular.
Jadi kesimpulan harus sesuai dengan premis minornya.
Contoh :
Premis Mayor : Semua orang Jawa (M) adalah warga negara Indonesia (P)
Premis Minor : Beberapa orang itu (S) adalah Orang Jawa (M)
Kesimpulan : Beberapa orang itu (S) adalah warga negara Indonesia (P)
Contoh lain :
Premis Mayor : Orang Bali (M) bukan orang
Irian (P)
Premis Minor : Nyoman (S) adalah orang Bali (M)
Kesimpulan : Nyoman (S) bukan orang Irian (P)
Aturan VIII : kedua
premis tidak boleh partikular; salah satu premis harus universal.
Jika kedua
permis sama-sama partikular, ada tiga kemungkinan yaitu : a) keduanya
afirmatif, b) keduanya negatif dan c) yang satu afirmatif dan yang satu
negatif.
Contoh a:
Beberapa mahasiswa
(M) rajin belajar (S)
Ada mahasiswa
(M) mencontek di dalam ujian (P)
Jadi, ada orang
yang rajin belajar (S) mencontek dalam ujian (P)
Contoh b:
Tim bola voli
kita (P) tidak berhasil menjadi juara (M)
Tim sepak bola
kita (S) juga tidak berhasil menjadi juara (M)
Jadi, tim sepak
bola (S) bukan tim bola voli (P)
Contoh c:
Ada temanku (M)
yang tidak pernah hadir kuliah (P)
Beberapa
anggota tim SAR (S) adalah teman-temanku (M)
Jadi, beberapa
anggota tim SAR (S) tidak pernah hadi kuliah (P)
Dari cotoh diatas
dapat difahami bahwa jika kedua permis adalah afirmatif partikular, maka semua
term yang ada adalah partikular. Jika kedua term adalah negatif pertikular,
maka tidak dapat ditarik kesimpulan. Dan
jika salah satu dari ke kedua term partikular tersebut negatif, dan salah satu
yang lain afirmatif, maka akan terjadi pelanggaran pada term P di kesimpulan.
VIII.
Silogisme Kategorik Berdasar Modusnya
Sebelum
mengetahui bagaimana bentuk silogisme berdasarkan modusnya, maka untuk lebih
jelasnya kita mengetahui jenis-jenis proposisi dahulu. Proposisi dibedakan
menjadi empat berdasarkan termnya baik secara kualitatif maupun kuantitatif[7],
yaitu :
A : Proposisi afirmatif universal. Contoh semua S adalah P
E : Proposisi negatif universal. Contoh semua S adalah bukan P
I : Proposisi afirmatif partikular. Contoh sebagian S adalah P
O : proposisi negatif
partikular. Contoh sebagian S adalah bukan P
Silogisme
berdasarkan dari modusnya dapat dibedakan menjadi 16 bentuk yang terdiri dari
premis mayor A, E, I dan O dan premis minor A, E, I dan O.
Mayor : A A A A E E E E I I I I O
O O O
Minor : A E I O A E I O A E I O A
I E O
Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat di bawah ini.
Modus Silogisme
Kategorik pada Premis
P/S
|
A
|
E
|
I
|
O
|
A
|
AA
|
EA
|
IA
|
OA
|
E
|
AE
|
EE
|
IE
|
OI
|
I
|
AI
|
EI
|
II
|
OE
|
O
|
AO
|
EO
|
IO
|
OO
|
Silogisme mempunyai 16 modus dan 4 susunan dasar, maka secara
teoritis, silogisme dapat dibedakan menjadi 64 jenis. Untuk lebih jelasnya
lihat tabel dibawah ini.
Premis/Konklusi
|
A
|
E
|
I
|
O
|
AA
|
(A-A-A)
|
A-A-E
|
(A-A-I)
|
A-A-O
|
AE
|
A-E-A
|
(A-E-E)
|
A-E-I
|
A-E-O
|
AI
|
A-I-A
|
A-I-E
|
(A-I-I)
|
A-I-O
|
AO
|
A-O-A
|
A-O-E
|
A-O-I
|
(A-O-O)
|
EA
|
E-A-A
|
(E-A-E)
|
E-A-I
|
(E-A-O)
|
EE
|
E-E-A
|
E-E-E
|
E-E-I
|
E-E-O
|
EI
|
E-I-A
|
E-I-E
|
E-I-I
|
(E-I-O)
|
EO
|
E-O-A
|
E-O-E
|
E-O-I
|
E-O-O
|
IA
|
I-A-A
|
I-A-E
|
(I-A-I)
|
I-A-O
|
IE
|
I-E-A
|
I-E-E
|
I-E-I
|
I-E-O
|
II
|
I-I-A
|
I-I-E
|
I-I-I
|
I-I-O
|
IO
|
I-O-A
|
I-O-E
|
I-O-I
|
I-O-O
|
OA
|
O-A-A
|
O-A-E
|
O-A-I
|
(O-A-O)
|
OE
|
O-E-A
|
O-E-E
|
O-E-I
|
O-E-O
|
OI
|
O-I-A
|
O-I-E
|
O-I-I
|
O-I-O
|
OO
|
O-O-A
|
O-O-E
|
O-O-I
|
O-O-O
|
Dari 64 Silogisme yang sohih hanya
ada[8]:
Susunan I : A-A-A nama
Barbara
E-A-E nama
Celarent
A-I-I nama
Darii
E-I-O nama
Ferio
Susunan II :
A-E-E nama Camestres
E-A-E nama
Cesare
A-O-O nama
Baroco
E-I-O nama
Festino
Susunan III : A-A-I nama
Darapti
E-A-O nama
Felapton
A-I-I nama
Datisi
E-I-O nama
Fresion
I-A-I nama
Disamis
O-A-O nama
Borcado
Susunan IV : A-A-I nama
Bramantis
A-E-E nama
Camenes
E-A-O nama
Fesapo
E-I-O nama
Ferison
I-A-I nama
Dimaris
IX.
Absah dan Benar dalam Silogisme
Absah
atau valid berkaitan dengan prosedur penyimpulannya, apakah pengambilan
konklusi sesuai dengan aturan-aturan silogisme atau tidak. Jika tidak sesuai dengan
aturan silogisme maka hukumnya invalid. Sedangkan benar berkaitan dengan
proposisi dalam silogisme, apakah proposisi didukung atau identik dengan fakta
atau tidak, jika tidak ada dalam fakta maka hukumnya salah.
Kebenaran
dan keabsahan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dalam silogisme, karena
untuk mendapatkan kesimpulan yang sah dan benar harus menggunakan prosedur yang
sah dan proposisi yang benar. Sehingga kesimpulan dapat diakui keabsahannya dan
kebenarannya.[9]
X.
Silogisme hipotetis[10]
Silogisme hipotetis
adalah silogisme yang memiliki premis mayor berupa proporsisi hipotesis,
sementara premis minor dan kesimpulannya berupa proporsisi kategoris.
Berdasarkan jenis-jenis proporsisi hipotesisnya, ada tiga macam silogisme
hipotetis, yaitu silogisme kondisional, silogisme disjungtif dan silogisme
konjungtif.
XI.
Silogisme Kondisional
Adalah silogisme yang
mempunyai premis mayor berupa proporsisi kodisonal, sementara premis minor dan
kesimpulannya berupa proporsisi kategoris. Kebenaran putusan hipotesis semacam
ini terletak pada kebenaran hunbungan dependensi serta hubungan logis di antara
kalimat yang satu (antesedens) dan kalimat yang lainnya (konsekuens).
Contoh :
Jika ada gula, maka ada semut.
Gula ini ada,
Jadi, ada semut.
XII.
Hukum-hukum Silogisme Kondisional
Kalau antecedens benar (dan hubungannya sah), maka kesimpulan akan benar
Kalu kesimpulan salah (dan hubungannya sah), maka antecedens salah pula
Empat modus Silogisme Kondisional
a. Modus Ponens
adalah silogisme yang
memiliki ketentuan sebagai berikut: jika antesedens cocok untuk premis minor,
maka konsekuensnya harus cocok pula dalam kesimpulannya. Kebenaran yang
terkandung di dalam antesedens mempengaruhi kebenaran konsekuens.
Contoh :
Jika cuaca mendung, saya bawa payung
Sekarang mendung
Jadi, saya bawa payung
b. Modus Tollens
adalah silogisme yang
memiliki ketentuan sebagai berikut: apa yang tidak benar didalam konsekuans
mengandaikan ketidakbenaran dalam antesedens. Artinya, jika konsekuens tidak
sesuai dengan premis minor, maka kesimpulannya juga tidak dapat menerima
antesedens
Contoh :
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan demokrasi
yang baik, maka keamanan akan terjadi
Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan demokrasi
yang baik.
Jadi keamanan tidak
akan terjadi
c. Modus Konstruktif
ialah silogisme yang
memiliki ketentuan sebagai berikut: premis minor sesuai dengan antesedens, dan
kesimpulannya sesuai dengan konkuens
Contoh :
Bila hujan, halaman akan basah
Sekarang halaman telah basah
Jadi hujan telah turun
d. Modus destruktif
ialah silogisme yang
memilki ketentuan sebagai berikut: premis minor menolak konsekuens, sementara
kesimpulannya menolak antensedenya.
Contoh :
Bila balita turun ke halaman, orang tuanya akan
khawatir.
Orang tuanya tidak khawatir
Jadi balita tidak turun kehalaman
XIII.
Silogisme Disjungtif
Adalah silogisme yang
memilki premis mayor berupa proporsisi disjungtif, sedangkan premis minor dan
kesimpulannya berupa proporsisi ketegoris.
Contoh :
Zahira akan pergi ke pasar atau mencuci baju (premis mayor)
Ia ternyata pergi ke pasar (premis minor)
Jadi, ia tidak mencuci baju (kesimpulan)
Tabel Kebenaran
Disjungtif
p
|
q
|
pÚq
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
Dalam kasus disjungsi
lengkap, yaitu disjungsi di mana masing-masing bagian bersifat eksklusif secara
timbal balik atau kontradiktoris satu sama lain, kita temukan dua modus yang
mungkin.
a. Modus Ponendo
Tollens, yakni pilihan yang satu ditempatkan dalam premis minor dan
menyingkirkan atau mengingkari pilihan yang lain dalam kesimpulan.
Contoh :
Semua balita bertingkah lucu atau nakal
Dia itu selalu bertingkah lucu
Jadi, dia itu tidak bertingkah nakal
Contoh :
Semua balita bertingkah lucu atau nakal
Dia itu nakal
Jadi, dia itu tidak bertingkah lucu
b. Modus Tollendo
Ponens, yakni salah satu pilihan dinegasikan dalam premis minor, sedangkan
pilihan yang lainnya diarfirmasi dalam kesimpulannya.
Contoh :
Ira itu pemberani atau penakut
Ia tidak pemberani
Jadi, ia itu penakut
Dalam kasus disjungsi
tidak lengkap, yaitu disjungsi dimana bagian-bagiannya tidak bersifat eksklusif
satu sama lain, atau tidak bersifat kontradiktoris. Disini hanya ada satu modus
yang dianggap valid, yaitu modus ponendo tollends.
XIV.
Silogisme Konjungtif
Adalah silogisme yang
mempunyai premis mayor yang berbentuk proposisi konjungtif, sementara premis
minor dan kesimpulannya berupa proposisi kategoris. Proposisi konjungtif adalah
proposisi yang memiliki dua predikat yang bersifat kontraris, yakni tidak
mungkin sama-sama memiliki kebenaran pada saat yang bersamaan.
Contoh :
Angin topan
tidak mungkin datang dari arah utara dan selatan secara bersamaan
Angin topan
datang dari arah selatan
Jadi, angin
topan tidak datang dari arah utara
Tabel Kebenaran
Silogisme Konjungtif
p
|
q
|
pÙq
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
S
|
Ada 4 modus silogisme
konjungtif dengan premis mayor yang memiliki
antesen dan konsekuen yang kontraris, dan silogisme konjungtif dengan
premis mayor yang memilikiantesenden dan
konsekuen yang berkontradiksi penuh.
a. Modus 1
Tidak mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus
beroda tiga
Ternyata sepeda itu beroda empat
Jadi, sepeda itu tidak beroda tiga
b. Modus 2
Tidak mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus
beroda tiga
Ternyata sepeda itu beroda tiga
Jadi, sepeda itu tidak beroda empat
c. Modus 3
Tidak
mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus beroda tiga
Ternyata sepeda itu tidak beroda empat
[kongklusi tidak pasti]
d. Modus 4
Tidak
mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus beroda tiga
Ternyata sepeda itu tidak beroda tiga
[kongklusi tidak pasti]
XV.
Silogisme Implikasi[11]
Implikasi
dapat dilambangkan dengan p É q.
artinya jika ada p maka q. contohnya : “ kalau kucing keluar rumah, maka
tikus-tikus bergoyang pantat”. Ungkapan tersebut ekuivalen dengan “Tidak benar
jika kucing keluar rumah dan tikus-tikus tidak bergoyang pantat” dan dapat
dilambangkan dengan ~ (pÙ~q),
sehingga pÉq º ~ (p Ù
~q). dan jika dalam tabel kebenaran dapat dituliskan sebagai berikut:
Tabel
Kebenaran Implikasi
p
|
q
|
~q
|
pÙ~q
|
~(pÙ~q)
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
XVI.
Bi-Implikasi
Bi-implikasi
dapat dilambangkan dengan p º q.
artinya jika dan hanya jika p maka q. contohnya : “ Jika dan hanya jika kelinci
makan rumput, maka dinamakan herbivora”. Bi-Implikasi juga dapat dituliskan
dengan lambang (p É q )
Ù (q É p ). Silogisme bi-Implikasi benar jika kedua proposisinya benar atau
keduanya salah. Dalam hal ini dapat dituliskan dalam tabel kebenaran sebagai
berikut.
Tabel
Kebenaran Bi-Implikasi
p
|
q
|
pÉ q
|
qÉ p
|
(p É
q)Ù(q
É p
)
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
Bab III
Penutup
I.
Kesimpulan
a.
Silogisme
adalah cara penalaran deduktif yang terdiri dari tiga proposisi; kedua
proposisi sebagai premis dan yang satu sebagai kesimpulan, dengan cara
membandingkan term predikat (P) pada Premis Mayor dengan term subjek (S) pada
premis Minor, sehingga ditariklah sebuah kesimpulan.
b.
Silogisme
dibagi menjadi dua macam : silogisme hipotetik dan silogisme kategorik.
Silogisme hipotetik adalah silogisme yang premisnya menggunakan proposisi
hipotetis dan silogisme kategorik yang premisnya menggunakan proposisi
kategorik.
c.
Silogisme
memiliki delapan aturan umum, yaitu :
~
Jumplah
term tidak boleh lebih atau kurang dari tiga, atau jumplah term harus tiga
buah.
~
Term
Subjek (S) atau term predikat (P) di dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas
daripada term subjek (S) atau term predikat (P) yang terdapat dalam
premis-premisnya.
~
Term
antara (M) tidak boleh masuk dalam kesimpulan.
~
Term
antara sekurang-kurangnya harus satu kali universal.
~
Jika
kedua premis afirmatif, maka kesimpulannya harus afirmatif.
~
Kedua
premis tidak boleh negatif.
~
Jika
salah satu premisnya partikular, maka kesimpulannya harus partikular; dan jika
salah satu premisnya adalah negatif, maka kesimpulannya adalah afirmatif
~
Kedua
premis tidak boleh universal, salah satu harus partikular.
d.
Silogisme
menurut susunannya ada empat macam, sedangkan menurut modusnya ada 16 macam,
jadi silogisme kategorik secara keseluruhan ada 64 macam. Namun yang sohih
hanya beberapa saja.
e.
Dalam
silogisme hipotetis, cara penarikan kesimpulannya dibedakan menjadi Konjungsi,
Disjungsi, Implikasi dan Bi-implikasi. Sedangkan cara penarikan kesimpulannya
dibedakan menjadi : modus tolen, modus ponen, modus desduktrif dan konstruktif.
II.
Saran
Menyadari akan kekurangan dan kesalahan yang lumrah terjadi pada
manusia, maka dari itu kami sangat mengharapkan feed back berupa kritik
dan saran yang konstruktif demi sebuah progress untuk masa yang akan datang
Daftar Pustaka
Ahmad djaelani dkk. 2010. Matematika
Bilingual. Yrama Widya : Jogjakarta
Mundiri.
1994. Logika. PT. Grafindo Persada : Jakarta
Salam,
Burhanuddin. 1988. Logika Formal; Filsafat Berfikir. PT Bina
Aksara : Jakatra
Soekadijo.
1991. Logika Dasar; Tradisional, Simbolik san Induktif. PT Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta
Sumaryono.
1999. Dasar-dasar Logika.
Penerbit Kanisius : Yogyakarta
[1]
Drs. H. Burhanuddin Salam, Logika Formal; Filsafat Berfikir, (PT Bina Aksara :
Jakatra, 1988) hal 77
[2]
Drs. H. Mundiri, Logika. (PT. Grafindo Persada : Jakarta, 1994) hal 108-109
[3]
Drs. H. Burhanuddin Salam, hal 80
[4]
Sumaryono. Dasar-dasar Logika. (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1999) hal 91
[5]
Ibid, hal 92-93
[6]
Ibid, hal 94-97
[7]
R.G. Soekadijo. Logika Dasar; Tradisional,
simbolik dan Induktif. ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1991) hal
27
[8]
Ibid, hal 49-50
[9]
Drs. H. Mundiri, hal 106-107
[10] E. Sumaryono, hal 100-105
[11]
Ahmad djaelani dkk. Matematika Bilingual (Yrama Widya : Jogjakarta,
2010) hal 39-41