Selasa, 09 Juli 2013

makalah silogisme


SILOGISME; KEKELIRUAN DALAM SILOGISME
Makalah Ini Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliyah Logica Saintifik
logo iain Sunan Ampel.jpg








Disusun oleh :
Muhamad Saiful Muluk
Fadel Muhammad Asror Zain

Dosen pembimbing :
Mohamad Thohir, M.Pd.I

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA




Bab I pendahuluan
I.            Latar belakang masalah
Berfikir adalah kegiatan manusia yang ada sejak manusia lahir hingga manusia meninggal dunia. Kegiatan berfikir menggunakan akal sebagai medianya. Dan karena kemampuan berfikirlah, manusia dilebihkan oleh Allah dari pada malaikat dan syaitan, serta makhluk-maklhuk lainya untuk mengurus bumi. Sangat jelas sekali perbincangan Allah dengan makhluk-Nya yang diabadikan dalam Surat Al-Baqoroh ayat 30 – 34, bahwa manusialah yang ditakdirkan menjadi wakil Tuhan untuk mengurus bumi. Dan dalam surat At-Tien ayat 4, Allah menyatakan bahwa manusia diciptakan dalam sebaik-baik ciptaan-Nya. Karena apa manusia dikatakan makhluk Allah yang sempurna, jawabannya adalah karena kemampuan manusia untuk menggunakan akalnya atau berfikir.
Dalam berfikir, manusia dihadapkan dengan banyak persoalan-persoalan yang memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan. Dengan berbedanya manusia yang memikirkan, maka berbeda pula hasil dari pemikirannya tersebut. Dengan adanya kesalahan tersebut, maka dampak yang diakibatkan semakin besar, misalnya jika hasil pemikiran yang salah dijadikan dasar dalam kehidupan sehari-hari, maka manusia akan melakukan apapun sesuai dengan pemikirannya sendiri dan saling sesat dan menyesatkan. Oleh karena itu, untuk meminimalisir kesalahan dalam berfikir atau menarik kesimpulan, maka para ilmuan menciptakan kaidah berfikir yang disebut dengan ilmu logika.
Dalam pembahasan ini, penulis membahas masalah bagaimana menarik kesimpulan. Dalam menarik kesimpulan ada dua metode diantaranya metode induktif dan deduktif. Khusus bahasan makalah ini, adalah masalah penarikan deduktif atau silogisme. Untuk lebih jelasnya, penulis membahasnya dalam bab II Pembahasan.
II.            Rumusan masalah
Dalam makalah ini, penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah hakikat pengertian silogisme ?
2.      Bagaimanakah prinsip-prinsip dalam silogisme?
3.      Apakah hakikat dari silogisme kategorik dan silogisme hipotetik ?
4.      Apakah yang menjadi kesalahan-kesalahan dalam penarikan kesimpulan dalam silogisme?
III.            Tujuan
A.    Mengetahui dan memahami hakikat pengertian silogisme, prinsip-prinsip silogisme serta hakikat silogisme kategorik dan hipotetik.
B.     Mengetahui dan memahami kesalahan-kesalahan dalam penarikan kesimpulan menggunakan metode silogisme


Bab II Pembahasan
I.            Penegrtian Silogisme
Silogisme adalah bentuk penarikan kesimpulan secara deduktif dan secara tidak langsung kesimpulanya ditarik dari dua premis sekaligus. Dalam silogisme kebenaran dan ketidakbenaran pada premis-premis tidak dipermasalahkan, sehingga silogisme hanya mempersoalkan kebenaran Formal (atau kebenaran bentuk) dan tidak mempersoalkan kebenaran material (kebenaran isi).[1]
II.            Struktur Silogisme
Silogisme tersrtuktur dari tiga proposisi, dua proposisi yang disajikan dan satu proposisi yang diambil kesimpulan dari kedua proposisi tersebut. Proposisi yang disajikan namanya premis. Proposisi yang ke tiga dinamakan konklusi. Predikat Konklusi dinamakan premis mayor, dan subjek konklusi dinamakan premis minor. Dan term antara kedua preposisi dinamakan term penengah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam silogisme:
·         Premis mayor disajikan terlebih dahulu daripada premis minor.
·         Term penengah dilambangkan dengan M
·         Term Mayor dilambangkan dengan P
·         Term minor dilambangkan dengan S
III.            Pola dasar silogisme[2]
a.       Term middle adalah subyek premis dari mayor dan predikat premis dari minor.
Contoh :
Semua yang dilarang Tuhan mengandung bahaya
Mencuri dilarang Tuhan
Mencuri mengandung bahaya
b.      Term middle adalah predikat dari kedua premis mayor dan minor.
Contoh :
Semua makhluk hidup membutuhkan air
Tidak ada tumbuhan kering membutuhkan air
Jadi, tidak satupun tumbuhan kering adalah makhluk hidup
c.       Term middle adalah subyek dari kedua premis mayor dan minor.
Semua politikus adalah pandai bicara
Sebagian politikus adalah sarjana
Beberapa sarjana adalah pandai bicara
d.      Term middle adalah predikat dari premis mayor dan subjek dari premis minor.
Semua pendidik adalah manusia
Semua manusia akan mati
Sebagian yang akan mati adalah pendidik
IV.            Prinsip dasar silogisme[3]
Terdapat dua buah hukum dasar silogisme, diantaranya:
a.       Apabila ada dua buah term yang keduanya saling berhubungan dengan term lain, maka kedua term tersebut saling berhubungan pula. Contoh  A=C, B=C, sehingga A=B. dalam kalimat:
~        Besi adalah logam yang sangat berguna
~        Besi adalah logam yang murah
~        Jadi, logam yang sangat berguna adalah logam yang paling murah
b.      Apabila ada dua buah term, salah satu diantaranya mempunyai hubungan dengan term ke tiga dan term yang satu lainnya tidak, maka kedua hubungan tidak mempunyai hubungan satu sama lain. contoh: A=C, B≠C, maka A≠B. contoh dalam kalimat:
~        Tidak seorangpun manusia yang sempurna di dunia ini
~        Ali adalah manusia
~        Jadi, Ali tidaklah sempurna di dunia ini
V.            Silogisme kategoris
Adalah silogisme yang terdiri dari proposisi-proposisi kategoris. Silogisme kategoris adalah salah satu dari bentuk penyimpulan deduktif yang menggunakan mediasi yang terdiri dari tiga proposisi kategoris. Dua proposisi yang pertama dinamakan Permis I dan Premis II, sedangkan Proposisi yang terakhir dinamakan kesimpulan atau konklusi. Premis pertama atau premis mayor adalah premis yang mempunyai kuantitas dan luas pengertian universal. Sedangkan premis minor adalah premis yang mempunyai kualitas dan luas pengertian pertikular atau singular. Dari kedua premis tersebut ditarik sebuah kesimpulan.[4] Sedangkan unsur-unsur silogisme kategoris adalah:
a.       Tiga buah proposisi; premis mayor, premis minor dan konklusi
b.      Tiga buah term; term Subjek (S), term predikat (P) dan term antara (M)
Premis mayor adalah premis yang didalamnya terdapat term predikat (P) yang akan diperbandingkan dengan term antara (M). sedangkan premis minor didalamnya terdapat term subjek (S) yang akan diperbandingkan dengan term antara(M). dan kesimpulan adalah kebenaran baru yang diperoleh melalui proses penelaran yang berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara term mayor (P) dan term minor (S).
Contoh :
Premis mayor : semua kendaraan umum (M) harus memiliki izin trayek (P)
Term minor      : Semua bis kota (S) adalah kendaraan umum (M)
Kesimpulan     : jadi, semua bis kota(S) harus memiliki izin trayek (P)
VI.            Prinsip-prinsip Umum dalam Silogisme Kategoris
Silogisme kategoris pada dasarnya menyatakan kesesuaian dan ketidaksesuaian antara term minor dan term mayor dengan dasar pertimbangan pada term antara. Proses berfikir seperti ini memiliki empat aksioma logis sebagai berikut.[5]
a.       Prinsip Identitas Timbal Balik
“Jika kedua term cocok atau identik dengan term ke tiga, maka kedua term tersebut identik antara sasu dengan lainnya”
Contoh :
Premis Mayor : Semua mahasiswa (M) adalah masyarakat akademis (P)
Premis Minor   : Teman-teman BKI C3 (S) adalah mahasiswa (M)
Kesimpulan     : jadi, teman-teman BKI C3 (S) adalah masyarakat akademis (P)
Dalam contoh tersebut tampak bahwa dengan adanya term antara (M), term minor (S) identik dengan term mayor (P)
b.      Prinsip berbeda Timbal Balik
“Jika diantara kedua term hanya salah satu yang cocok dengan term ketiga, sementara yang lain tidak cocok, maka kedua term pertama tersebut tidak cocok satu sama lain.”
Contoh:
Premis Mayor     : Mahasiswa (P) adalah kaum intelektual (M)
Premis Minor      : Pemulung (S) bukan kaum intelektual (M)
Kesimpulan        : Jadi, pemulung (S) bukan mahasiswa (P)
Dari contoh dapat difahami bahwa hanya salah satu dari kedua term pertama yang cocok dengan term ke tiga, sehingga antara term pertama dengan term ke dua tidak identik satu sama lain.
c.       Prinsip Dictum De Omni
“ Apa yang diakui dalam kelas logis tertentu, diakui pula dalam bagian-bagian dari logisnya.”
Contoh :
Premis Mayor     : setiap manusia (M) adalah makhluk sosial (P)
Premis Minor      : kisman (S) adalah manusia (M)
Kesimpulan        : Jadi Kisman (S) adalah makhluk sosial (P)
Dari contoh difahami bahwa Kisman sebagai bagian dari manusia, maka ia termasuk golongan makhluk sosial.
d.      Prinsip Dictum de Nullo (Hukum Kemustahilan)
“Apa yang diingkari dalam suatu kelas logis tertentu, maka diingkari pula tentang bagian-bagian logis bawahannya”
Contoh :
Premis Mayor     : Bangsa Indonesia (M) adalah bukan bangsa Pakistan (P)
Premis Minor      : Orang Jawa (S) adalah bangsa Indonesia (M)
Kesimpulan        : Jadi Orang Jawa (S) bukanlah bangsa Pakistan (P)
Dari contoh sudah jelas, bahwa orang Jawa sebagai bagian dari Bangsa Indonesia bukan merupakan bagian dari Bangsa Pakistan. Sehingga Orang Jawa sebagai bagian dari bangsa Indonesia dimanapun tempatnya, walaupun di Pakistan adalah bukan bangsa Pakistan.

VII.            Delapan Aturan Umum dalam Silogisme dan Kesalahannya[6]
Dalam silogisme, aturan umum dibagi menjadi dua bagian. Aturan yang berdasarkan pada term dan aturan yang berdasarkan pada premis.
A.    Aturan yang berdasarkan pada Term
Aturan I : Jumplah term tidak boleh lebih atau kurang dari tiga, atau jumplah term harus tiga buah.
Silogisme katergoris adalah pola penyimpulan tidak langsung, dimana dua buah term dibandingkan dengan term ketiga. Term minor sebagai subjek dari kesimpulan dan term mayor sebagai predikatnya. Sedangkan term antara sebagai pembanding antara term minor dengan term mayor.  Sehingga ketiga term saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Misalnya jika hanya ada dua term, maka tidak dapat dilakukan penyimpulan, melainkan yang ada hanya sebuah putusan atau proposisi. Contoh: Mahasiswa (M) adalah warga akademisi (P)
Jika ada empat term, maka tidak ada term khusus yang membandingkan antara term mayor dengan term minor, sehingga tidak ada yang digunakan untuk membandingkan apakah term minor (S) cocok atau tidak cocok dengan term mayor (P).
Contoh:
Premis Mayor     : Keadaan sosial politik saat ini (S) sangat genting (M1)
Premis Minor      : Gentingnya (M2) banyak yang bocor (P)
Kesimpulan        : jadi, Keadaan sosial politik saat ini (S) sudah banyak yang bocor (P)
Menggunakan metode silogisme, kesimpulannya kelihatan benar, namun tidak memiliki hubungan logis dengan premis-premisnya. Kesalahan silogisme dapat terjadi karena adanya term yang memiliki makna ganda atau term ekuivok.
Aturan II : term Subjek (S) atau term predikat (P) di dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada term subjek (S) atau term predikat (P) yang terdapat dalam premis-premisnya.
Artinya adalah term mayor (P) di dalam kesimpulan tidak boleh universal jika di dalam premisnya term tersebut bersifat partikular. Atau term minor (S) di dalam kesimpulan tidak boleh universal jika di dalam premisnya term tersebut bersifat partikular. Karena jika term mayor (P) dan term minor (S) adalah partikular di dalam premis-premisnya dan universal di dalam kesimpulannya, maka yang cocok dengan term hanya sebagian objek saja.
Contoh :
Premis Mayor     : Mahasiswa (M) adalah kaum intelektual (P)
Premis Minor      : Karyawan (S) bukan mahasiswa (M)
Kesimpulan        : Karyawan (S) bukan kaum intelektual (P).
Term P kaum intelektual dalam preposisi afirmatif adalah partikular, dan term ini menjadi universal ketika berada dalam kesimpulan setelah menjadi predikat dari proposisi negatif. Dari contoh dapat difahami bahwa beberapa referent dari term Mayor (P) kaum intelektual cocok dengan term minor (S) mahasiswa. Kesimpulannya tidak ada satupun term antara (M) yang cocok dengan term minor (S). Artinya tidak ada karyawan yang kaum intelektual, padahal hanya ada kemungkinan karyawan adalah mahasiswa, dan mahasiswa adalah kaum intelektual. Sehingga sebagian karyawan adalah kaum intelektual. Maka silogisme diatas dinilai salah.
Aturan III: term antara (M) tidak boleh masuk dalam kesimpulan.
Term antara (M) adalah pembanding antara term mayor (P) dan term minor (S). antara term mayor (P) dan term minor (S) ada kesesuaian atau tidak. Sehingga term antara (M) harus terdapat pada kedua premis dan tidak terdapat pada kesimpulan. Jika term antara (M) muncul lagi dalam kesimpulan, maka artinya dalam proses penalaran tidak terjadi penyimpulan.
Contoh :
Premis mayor     : setiap orang dapat menangis
Premis minor      : setiap orang dapat tertawa
Kesimpulan        : setiap orang dapat menangis dan tertawa
Proses penalaran yang terjadi seperti contoh tersebut adalah logis, namun tidak menciptakan kesimpulan dan kebenaran baru dari premis-premisnya, sehingga tidak dinamakan silogisme.
Aturan IV: term antara harus sekurang-kurangnya satu kali universal
Referent (objek) dari term antara (M) sekurang-kurangnya identik atau tidak identik dengan referent (objek) dari term mayor atau term minor. Jika term antara digunakan dua kali secara pertikular di dalam premis-premisnya, maka term minor hanya sesuai dengan bagian tertentu dari term mayor.
Contoh :
Premis mayor     : tikus (P) mempunyai ekor (M)
Premis minor      : ikan (S) mempunyai ekor (M)
Kesimpulan        : Ikan (S) sama dengan tikus (P)
Fakta membutikan bahwa antara tikus dan ikan sama-sama memiliki ekor, namun keduanya tidak bisa disamakan secara keseluruhan seperti yang ada pada kesimpulan yang bersifat universal. Sehingga kesimpulan tidak cocok dengan premis-premisnya, dan silogisme dinyatakan salah.
B.     Aturan yang berdasarkan pada Premis
Aturan V : jika premis-premisnya afirmatif, maka kesimpulannya harus afirmatif.
Artinya kedua premis mayor dan minor adalah afirmatif. Sehingga kedua term mayor (P) dan term minor (S) menunjukan kesesuaian dengan term antara (M). maka dalam kesimpulan harus sesuai dengan kesesuaian kedua term dengan term ketiga.
Contoh :
Premis Mayor : Hewan (M) adalah makhluk yang memiliki insting (P)
Premis Minor   : Anjing (S) adalah hewan (M)
Kesimpulan     : Jadi, anjing (S) adalah makhluk yang mempunyai insting (P)
Jika premis-premisnya afirmatif dan kesimpulannya negatif, maka silogisme dinyatakan salah. Misalnya kesimpulannya dirubah menjadi Anjing bukan makhluk yang mempnyai insting. Maka kesimpulannya menjadi salah dan tidak logis.
Aturan VI : Kedua premis tidak boleh Negatif
Jika kedua premis negatif, artinya term mayor (P) dan term minor (S) tidak cocok dengan term antara (M), sehingga mengakibatkan tidak berfungsinya term antara. Sehingga term antara tidak mampu menghibungkan antara term minor S dan term mayor P. Dan jika kesimpulan terpaksa dilakukan, maka kesimpulan dianggap tidak sah.
Contoh :
Premis Mayor : Nuril (M) tidak merasa bahagia (P)
Premis Minor   : Saiful (S) bukan Nuril (M)
Kesimpulan     : Saiful (S) tidak merasa bahagia (P)
Padahal dalam kenyataan Saiful (S) mungkin mengalami bahagia dan susah, namun bukan karena Saiful adalah bukan Nuril. Sehingga silogisme diatas dianggap tidak valid.
Aturan VII : Jika salah satu premisnya partikular, maka kesimpulannya harus partikular; dan jika salah satu premisnya adalah negatif, maka kesimpulannya adalah afirmatif
Artinya jika salah satu premisnya adalah negatif dan partikular, maka kesimpulannya harus negatif dan partikular. Jadi kesimpulan harus sesuai dengan premis minornya.
Contoh :
Premis Mayor : Semua orang Jawa (M) adalah warga negara Indonesia (P)
Premis Minor   : Beberapa orang itu (S) adalah Orang Jawa (M)
Kesimpulan     : Beberapa orang itu (S) adalah warga negara Indonesia (P)
Contoh lain :
Premis Mayor : Orang Bali (M) bukan orang  Irian (P)
Premis Minor   : Nyoman (S) adalah orang Bali (M)
Kesimpulan     : Nyoman (S) bukan orang Irian (P)      
Aturan VIII : kedua premis tidak boleh partikular; salah satu premis harus universal.
Jika kedua permis sama-sama partikular, ada tiga kemungkinan yaitu : a) keduanya afirmatif, b) keduanya negatif dan c) yang satu afirmatif dan yang satu negatif.
Contoh a:
Beberapa mahasiswa (M) rajin belajar (S)
Ada mahasiswa (M) mencontek di dalam ujian (P)
Jadi, ada orang yang rajin belajar (S) mencontek dalam ujian (P)
Contoh b:
Tim bola voli kita (P) tidak berhasil menjadi juara (M)
Tim sepak bola kita (S) juga tidak berhasil menjadi juara (M)
Jadi, tim sepak bola (S) bukan tim bola voli (P)
Contoh c:
Ada temanku (M) yang tidak pernah hadir kuliah (P)
Beberapa anggota tim SAR (S) adalah teman-temanku (M)
Jadi, beberapa anggota tim SAR (S) tidak pernah hadi kuliah (P)
Dari cotoh diatas dapat difahami bahwa jika kedua permis adalah afirmatif partikular, maka semua term yang ada adalah partikular. Jika kedua term adalah negatif pertikular, maka tidak dapat  ditarik kesimpulan. Dan jika salah satu dari ke kedua term partikular tersebut negatif, dan salah satu yang lain afirmatif, maka akan terjadi pelanggaran pada term P di kesimpulan.
VIII.            Silogisme Kategorik Berdasar Modusnya
Sebelum mengetahui bagaimana bentuk silogisme berdasarkan modusnya, maka untuk lebih jelasnya kita mengetahui jenis-jenis proposisi dahulu. Proposisi dibedakan menjadi empat berdasarkan termnya baik secara kualitatif maupun kuantitatif[7], yaitu :
A : Proposisi afirmatif universal. Contoh semua S adalah P
E : Proposisi negatif universal. Contoh semua S adalah bukan P
I : Proposisi afirmatif partikular. Contoh sebagian S adalah P
O  : proposisi negatif partikular. Contoh sebagian S adalah bukan P
Silogisme berdasarkan dari modusnya dapat dibedakan menjadi 16 bentuk yang terdiri dari premis mayor A, E, I dan O dan premis minor A, E, I dan O.
Mayor : A A A A              E E E E                       I I I I               O O O O
Minor : A E I O                A E I O                       A E I O                       A I E O
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini.
Modus Silogisme Kategorik pada Premis
P/S
A
E
I
O
A
AA
EA
IA
OA
E
AE
EE
IE
OI
I
AI
EI
II
OE
O
AO
EO
IO
OO

Silogisme mempunyai 16 modus dan 4 susunan dasar, maka secara teoritis, silogisme dapat dibedakan menjadi 64 jenis. Untuk lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini.

Premis/Konklusi
A
E
I
O
AA
(A-A-A)
A-A-E
(A-A-I)
A-A-O
AE
A-E-A
(A-E-E)
A-E-I
A-E-O
AI
A-I-A
A-I-E
(A-I-I)
A-I-O
AO
A-O-A
A-O-E
A-O-I
(A-O-O)
EA
E-A-A
(E-A-E)
E-A-I
(E-A-O)
EE
E-E-A
E-E-E
E-E-I
E-E-O
EI
E-I-A
E-I-E
E-I-I
(E-I-O)
EO
E-O-A
E-O-E
E-O-I
E-O-O
IA
I-A-A
I-A-E
(I-A-I)
I-A-O
IE
I-E-A
I-E-E
I-E-I
I-E-O
II
I-I-A
I-I-E
I-I-I
I-I-O
IO
I-O-A
I-O-E
I-O-I
I-O-O
OA
O-A-A
O-A-E
O-A-I
(O-A-O)
OE
O-E-A
O-E-E
O-E-I
O-E-O
OI
O-I-A
O-I-E
O-I-I
O-I-O
OO
O-O-A
O-O-E
O-O-I
O-O-O

Dari 64 Silogisme yang sohih hanya ada[8]:
Susunan I : A-A-A           nama    Barbara
                    E-A-E            nama    Celarent
                    A-I-I              nama    Darii
                    E-I-O             nama    Ferio
Susunan II : A-E-E           nama    Camestres
                    E-A-E            nama    Cesare
                     A-O-O          nama    Baroco
                    E-I-O             nama    Festino           
Susunan III : A-A-I          nama    Darapti
                    E-A-O           nama    Felapton
                    A-I-I              nama    Datisi
                    E-I-O             nama    Fresion
                    I-A-I              nama    Disamis
                    O-A-O           nama    Borcado
Susunan IV : A-A-I          nama    Bramantis
                    A-E-E            nama    Camenes
                    E-A-O           nama    Fesapo
                    E-I-O             nama    Ferison
                    I-A-I              nama    Dimaris
IX.            Absah dan Benar dalam Silogisme
Absah atau valid berkaitan dengan prosedur penyimpulannya, apakah pengambilan konklusi sesuai dengan aturan-aturan silogisme atau tidak. Jika tidak sesuai dengan aturan silogisme maka hukumnya invalid. Sedangkan benar berkaitan dengan proposisi dalam silogisme, apakah proposisi didukung atau identik dengan fakta atau tidak, jika tidak ada dalam fakta maka hukumnya salah.
Kebenaran dan keabsahan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dalam silogisme, karena untuk mendapatkan kesimpulan yang sah dan benar harus menggunakan prosedur yang sah dan proposisi yang benar. Sehingga kesimpulan dapat diakui keabsahannya dan kebenarannya.[9]
X.            Silogisme hipotetis[10]
Silogisme hipotetis adalah silogisme yang memiliki premis mayor berupa proporsisi hipotesis, sementara premis minor dan kesimpulannya berupa proporsisi kategoris. Berdasarkan jenis-jenis proporsisi hipotesisnya, ada tiga macam silogisme hipotetis, yaitu silogisme kondisional, silogisme disjungtif dan silogisme konjungtif.
XI.            Silogisme Kondisional
Adalah silogisme yang mempunyai premis mayor berupa proporsisi kodisonal, sementara premis minor dan kesimpulannya berupa proporsisi kategoris. Kebenaran putusan hipotesis semacam ini terletak pada kebenaran hunbungan dependensi serta hubungan logis di antara kalimat yang satu (antesedens) dan kalimat yang lainnya (konsekuens).
Contoh                  :
Jika ada gula, maka ada semut.
Gula ini ada,
Jadi, ada semut.
XII.            Hukum-hukum Silogisme Kondisional
         Kalau antecedens benar (dan hubungannya sah), maka kesimpulan akan benar
         Kalu kesimpulan salah (dan hubungannya sah), maka antecedens salah pula
Empat  modus Silogisme Kondisional
a. Modus Ponens
adalah silogisme yang memiliki ketentuan sebagai berikut: jika antesedens cocok untuk premis minor, maka konsekuensnya harus cocok pula dalam kesimpulannya. Kebenaran yang terkandung di dalam antesedens mempengaruhi kebenaran konsekuens.
Contoh                  :
Jika cuaca mendung, saya bawa payung
Sekarang mendung
Jadi, saya bawa payung
b. Modus Tollens
adalah silogisme yang memiliki ketentuan sebagai berikut: apa yang tidak benar didalam konsekuans mengandaikan ketidakbenaran dalam antesedens. Artinya, jika konsekuens tidak sesuai dengan premis minor, maka kesimpulannya juga tidak dapat menerima antesedens
Contoh                  :
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan demokrasi yang baik, maka keamanan akan terjadi
Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan demokrasi yang baik.
Jadi keamanan tidak akan  terjadi
c. Modus Konstruktif
ialah silogisme yang memiliki ketentuan sebagai berikut: premis minor sesuai dengan antesedens, dan kesimpulannya sesuai dengan konkuens
Contoh                  :
Bila hujan, halaman akan basah
Sekarang halaman telah basah
Jadi hujan telah turun
d. Modus destruktif
ialah silogisme yang memilki ketentuan sebagai berikut: premis minor menolak konsekuens, sementara kesimpulannya menolak antensedenya.
Contoh                  :
Bila balita turun ke halaman, orang tuanya akan khawatir.
Orang tuanya tidak khawatir
Jadi balita tidak turun kehalaman
XIII.            Silogisme Disjungtif
Adalah silogisme yang memilki premis mayor berupa proporsisi disjungtif, sedangkan premis minor dan kesimpulannya berupa proporsisi ketegoris.
Contoh                  :
Zahira akan pergi ke pasar atau mencuci baju       (premis mayor)
Ia ternyata pergi ke pasar                                      (premis minor)
Jadi, ia tidak mencuci baju                                    (kesimpulan)
Tabel Kebenaran Disjungtif
p
q
pÚq
B
B
B
S
B
B
B
S
B
S
S
S

Dalam kasus disjungsi lengkap, yaitu disjungsi di mana masing-masing bagian bersifat eksklusif secara timbal balik atau kontradiktoris satu sama lain, kita temukan dua modus yang mungkin.
a. Modus Ponendo Tollens, yakni pilihan yang satu ditempatkan dalam premis minor dan menyingkirkan atau mengingkari pilihan yang lain dalam kesimpulan.
Contoh                  :
Semua balita bertingkah lucu atau nakal
Dia itu selalu bertingkah lucu
Jadi, dia itu tidak bertingkah nakal
Contoh                  :
Semua balita bertingkah lucu atau nakal
Dia itu nakal
Jadi, dia itu tidak bertingkah lucu
b. Modus Tollendo Ponens, yakni salah satu pilihan dinegasikan dalam premis minor, sedangkan pilihan yang lainnya diarfirmasi dalam kesimpulannya.
Contoh                  :
Ira itu pemberani atau penakut
Ia tidak pemberani
Jadi, ia itu penakut
Dalam kasus disjungsi tidak lengkap, yaitu disjungsi dimana bagian-bagiannya tidak bersifat eksklusif satu sama lain, atau tidak bersifat kontradiktoris. Disini hanya ada satu modus yang dianggap valid, yaitu modus ponendo tollends.

XIV.            Silogisme Konjungtif
Adalah silogisme yang mempunyai premis mayor yang berbentuk proposisi konjungtif, sementara premis minor dan kesimpulannya berupa proposisi kategoris. Proposisi konjungtif adalah proposisi yang memiliki dua predikat yang bersifat kontraris, yakni tidak mungkin sama-sama memiliki kebenaran pada saat yang bersamaan.


Contoh                  :
      Angin topan tidak mungkin datang dari arah utara dan selatan secara bersamaan
      Angin topan datang dari arah selatan
      Jadi, angin topan tidak datang dari arah utara
Tabel Kebenaran Silogisme Konjungtif
p
q
pÙq
B
B
B
S
B
S
B
S
S
S
S
S

Ada 4 modus silogisme konjungtif dengan premis mayor yang memiliki  antesen dan konsekuen yang kontraris, dan silogisme konjungtif dengan premis mayor  yang memilikiantesenden dan konsekuen yang berkontradiksi penuh.
a. Modus 1
Tidak mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus beroda tiga
Ternyata sepeda itu beroda empat
Jadi, sepeda itu tidak beroda tiga

b. Modus 2
Tidak mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus beroda tiga
Ternyata sepeda itu beroda tiga
Jadi, sepeda itu tidak beroda empat
c. Modus 3
      Tidak mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus beroda tiga
Ternyata sepeda itu tidak beroda empat
[kongklusi tidak pasti]
d. Modus 4
      Tidak mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus beroda tiga
Ternyata sepeda itu tidak beroda tiga
[kongklusi tidak pasti]

XV.            Silogisme Implikasi[11]
Implikasi dapat dilambangkan dengan p É q. artinya jika ada p maka q. contohnya : “ kalau kucing keluar rumah, maka tikus-tikus bergoyang pantat”. Ungkapan tersebut ekuivalen dengan “Tidak benar jika kucing keluar rumah dan tikus-tikus tidak bergoyang pantat” dan dapat dilambangkan dengan ~ (pÙ~q), sehingga pÉq º ~ (p Ù ~q). dan jika dalam tabel kebenaran dapat dituliskan sebagai berikut:
Tabel Kebenaran Implikasi
p
q
~q
pÙ~q
~(pÙ~q)
B
B
S
S
B
S
B
S
S
B
B
S
B
B
S
S
S
B
S
B

XVI.            Bi-Implikasi
Bi-implikasi dapat dilambangkan dengan p º q. artinya jika dan hanya jika p maka q. contohnya : “ Jika dan hanya jika kelinci makan rumput, maka dinamakan herbivora”. Bi-Implikasi juga dapat dituliskan dengan lambang (p É q ) Ù (q É p ). Silogisme bi-Implikasi benar jika kedua proposisinya benar atau keduanya salah. Dalam hal ini dapat dituliskan dalam tabel kebenaran sebagai berikut.
Tabel Kebenaran Bi-Implikasi
p
q
pÉ q
qÉ p
(p É q)Ù(q É p )
B
B
B
B
B
S
B
B
S
S
B
S
S
B
S
S
S
B
B
B








Bab III
Penutup
I.            Kesimpulan
a.       Silogisme adalah cara penalaran deduktif yang terdiri dari tiga proposisi; kedua proposisi sebagai premis dan yang satu sebagai kesimpulan, dengan cara membandingkan term predikat (P) pada Premis Mayor dengan term subjek (S) pada premis Minor, sehingga ditariklah sebuah kesimpulan.
b.      Silogisme dibagi menjadi dua macam : silogisme hipotetik dan silogisme kategorik. Silogisme hipotetik adalah silogisme yang premisnya menggunakan proposisi hipotetis dan silogisme kategorik yang premisnya menggunakan proposisi kategorik.
c.       Silogisme memiliki delapan aturan umum, yaitu :
~        Jumplah term tidak boleh lebih atau kurang dari tiga, atau jumplah term harus tiga buah.
~        Term Subjek (S) atau term predikat (P) di dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada term subjek (S) atau term predikat (P) yang terdapat dalam premis-premisnya.
~        Term antara (M) tidak boleh masuk dalam kesimpulan.
~        Term antara sekurang-kurangnya harus satu kali universal.
~        Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulannya harus afirmatif.
~        Kedua premis tidak boleh negatif.
~        Jika salah satu premisnya partikular, maka kesimpulannya harus partikular; dan jika salah satu premisnya adalah negatif, maka kesimpulannya adalah afirmatif
~        Kedua premis tidak boleh universal, salah satu harus partikular.
d.      Silogisme menurut susunannya ada empat macam, sedangkan menurut modusnya ada 16 macam, jadi silogisme kategorik secara keseluruhan ada 64 macam. Namun yang sohih hanya beberapa saja.
e.       Dalam silogisme hipotetis, cara penarikan kesimpulannya dibedakan menjadi Konjungsi, Disjungsi, Implikasi dan Bi-implikasi. Sedangkan cara penarikan kesimpulannya dibedakan menjadi : modus tolen, modus ponen, modus desduktrif dan konstruktif.

II.            Saran
Menyadari akan kekurangan dan kesalahan yang lumrah terjadi pada manusia, maka dari itu kami sangat mengharapkan feed back berupa kritik dan saran yang konstruktif demi sebuah progress untuk masa yang akan datang



Daftar Pustaka
Ahmad djaelani dkk. 2010. Matematika Bilingual. Yrama Widya : Jogjakarta
Mundiri. 1994. Logika. PT. Grafindo Persada : Jakarta
Salam, Burhanuddin. 1988. Logika Formal; Filsafat Berfikir. PT Bina Aksara : Jakatra
Soekadijo. 1991. Logika Dasar; Tradisional, Simbolik san Induktif. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Sumaryono. 1999.  Dasar-dasar Logika. Penerbit  Kanisius : Yogyakarta





[1] Drs. H. Burhanuddin Salam, Logika Formal; Filsafat Berfikir, (PT Bina Aksara : Jakatra, 1988) hal 77
[2] Drs. H. Mundiri, Logika. (PT. Grafindo Persada : Jakarta, 1994) hal 108-109
[3] Drs. H. Burhanuddin Salam, hal 80
[4] Sumaryono. Dasar-dasar Logika. (Yogyakarta: Penerbit  Kanisius, 1999) hal 91
[5] Ibid, hal 92-93
[6] Ibid, hal 94-97
[7] R.G. Soekadijo. Logika Dasar; Tradisional,  simbolik dan Induktif. ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1991) hal 27
[8] Ibid, hal 49-50
[9] Drs. H. Mundiri, hal 106-107
[10]  E. Sumaryono, hal 100-105
[11] Ahmad djaelani dkk. Matematika Bilingual (Yrama Widya : Jogjakarta, 2010) hal 39-41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar