QIRO’ATUL QUR’AN
MAKALAH INI DITUJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
STUDI AL-QUR’AN
MAKALAH INI DITUJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
STUDI AL-QUR’AN
Dosen Pembimbing : Drs. M. Sumarkan, M.Hd.
Disusun oleh :
1. Mutawally (B53212085)
2. Fadel Muhammad Asror Zain (
FAKULTAS DAKWAH
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu cabang
ilmu Al-Qur’an adalah Qiro’atul Qur’an, hal ini seperti yang kita ketahui
Al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Quraisy yang mana merupakan bahasa
persatuan bangsa Arab. Namun, meskipun demikian bangsa Arab terdiri dari
berbagai suku yang memiliki ciri-ciri atau perbedaan dalam dialek (lahjah)
antara suku yang satu dengan suku yang lain. Hal ini dikarenakan perbedaaan
kondisi alam, seperti letak geografis, dan juga sosio kultural dari
masing-masing suku. Perbedaan dialek inilah yang juga menimbulkan lahirnya
bermacam-macam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan Al-Qur’an.
Namun, seperti
yang kita ketahui ilmu Qiro’atul Qur’an tidak banyak dipelajari, hanya kalangan
tertentu saja yang mempelajarinya seperti kalangan akademisi. Hal tersebut
disebabkan karena ilmu ini tidak mempelajari masalah yang berkaitan dengan
aspek kehidupan manusia. Namun, ilmu ini merupakan ilmu yang bermanfaat dalam
menggali, menjaga, dan mengajarkan berbagai “cara membaca” Al-Qur’an yang
sesuai dengan anjuran Rasulullah. Dan hal lain yang tidak kalah penting adalah
pengetahuan tentang qira’ah berperan penting dalam memahami perbedaan
penafsiran terhadap Al-Qur’an. Sehingga dalam makalah ini akan dibahas tentang
Qiro’atul Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Qira’atul Qur’an?
2. Apa
saja yang melatarbelakangi timbulnya perbedaan dalam Qira’atul Qur’an ?
3. Bagaimanakah
pembagian qira’at, macam-macamnya, dan syarat sahnya qira’at, serta manfaat
adanya perbedaan qira’at?
4.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN QIRA’AT
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN QIRA’AT
Secara
etimologi (bahasa) lafal qira’at (قراءة
)
merupakan bentuk masdar (verbal noun) dari ( قرأ )[1] yang berarti bacaan, dengan demikian qir’at adalah bacaan atau cara membaca.[2] Sedangkan menurut terminologi (istilah),
terdapat berbagai pendapat para ulama yang sehubungan dengan pengertian qira’at
ini.
- Menurut Az-zarqani,
al-qira’at adalah :
“ suatuMadzhab yang dianut oleh
seorang imam qira’at yang berbeda dengan para imam qurra’ yang berbeda dengan
yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an dengan kesesuaian riwayat-riwayat dan
jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan
bentuk-bentuk.”( tim penyusun MKD, studi Al-qur’an, Surabaya, IAIN Sunan Ampel
Press, 2011, Hal. 192)
2.
Menurut Az-zarkasyi :
“Qira’at adalah perbedaan (cara
mengucapkan) lafazh-lafazh tashdid dan lain-lainya Menurutnya, qira’at harus
melalui talaqqi dan mushafahah, karena dalam qira’ah banyak hal yang tidak bisa
dibaca kecuali dengan mendengar langsung dari seorang guru dan bertatap muka. ( Badr
ad-din Muhammad bin ‘Abdullah az-Zarkasyi, al-qur’an fi ‘Ulumul al-Qur’an (
Mesir al-halabi, 1975), hal. 318)
Ibnu al-Jazari dalam kitabnya Munjid
al-Muqri’in mengatakan :
“ Qira’at adalah pengetahuan tentang
cara-cara melafalkan kalimat al-Qur’an dan perbedaanya dengan menyandarkan pada
penukilnya”. (Ibnu al-jazari, munjid al-Muqri’in..
- Dengan demikian, berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
- Qira’at
adalah ilmu tentang cara membaca al-Qur’an yang dipilih oleh salah seorang
ahli atau imam qira’at atau sama halnya dengan bacaan yang disandarkan
kepada salah seorang imam dari qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas
; seperti qira’at nafi, qira’at ibnu kathir, qira’at ya’qub dan lain
sebagainya. Cara pelafalan ayat-ayat al-Qur’an itu berdasarkan atas
riwayat yang bersambung kepada nabi. Jadi, bersifat tauqifi bukan
ijtihadi.
- Ruang
lingkup perbedaan qira’at itu menyangkut persoalan lughat, hadzhaf
(membuang huruf), i’rab,itsbat (menetapkan huruf), fashl (memisahkan
huruf), dan washl (menyambungkan huruf).[3] [ alimin mesra dkk,
ulumul qur’an, hal 132)
B. Latar Belakang Timbulnya
Perbedaan Qira’at
Ø Latar
Belakang Historis
Qira’at
sebenarnya telah muncul sejak zaman Nabi walaupun pada saat itu qira’at bukan
merupakan sebuah disiplin ilmu, ada beberapa riwayat yang dapat mendukung
asumsi ini, yaitu :
Suatu ketika Umar
bin Khattab menemukan perbedaan cara membaca ayat al-Qur’an dengan Hisyam.
Kemudian peristiwa perbedaan membaca ini mereka laporkan ke Rasulullah Saw.
Maka beliau menjawab dengan sabdanya,
إِنَّ هذَا القُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مَاتَيَسَّرَمِنْهُ
yang artinya
:“ Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah oleh
kalian apa yang kalian anggap mudah.dari tujuh huruf itu.”[4]
( Al-Bukhori, Shahih al-Bukhori : III:227)
Imam
Bukhori juga meriwayatkan dari Ibn Abbas r.a ;
“ sesungguhnya
Rasulullah saw bersabda :” Malaikat jibril telah membacakan al-Qur’an kepadaku dengan
satu cara membaca,tetapi saya meminta dia mengulanginya, sehingga saya selalu
minta dia menambah cara bacaanya, dan diapun selalu menambah bacaan kepadaku sehingga
sampai berjumlah tujuh bacaan”[5]
[ Tim Penyusun MKD, Studi Al-Qur’an,
Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press, 2011, hlm. 196]
Menurut
catatan sejarah, timbulnya penyebaran qira’at dimulai pada masa tabi’in, yaitu
pad awal abad II H, tatkala para qari’ tersebar di berbagai pelosok, telah
tersebar di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mngemukakan qira’at gurunya
daripada mengikuti qira’at imam-imam lainnya. Qira’at-qira’at tersebut
diajarkan secara turun-menurun dari guru ke murid, sehingga sampai kepada imam
qira’at baik yang tujuh, sepuluh atau yang empat belas. Timbulnya sebab lain
dengan penyebaran qori’-qori’ ke berbagai penjuru pada masa Abu Bakar, maka
timbullah qira’at yang beragam. Lebih-lebih setelah terjadinya transpormasi
bahasa dan akulturasi akibat bersentuhan dengan bangsa-bangsa bukan arab, yang
pada akhirnya perbedaan qira’at itu berada pada kondisi itu secara tepat.
C. PENYEBAB
PERBEDAAN QIRA’AT
Sebab-sebab munculnya beberapa
qira’at yang berbeda, antara lain :
1. Perbedaan qiraat nabi, artinya dalam mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabatnya, nabi memakai beberapa versi qiraat. Misalnya nabi pernah membaca surat as-Sajadah ayat 17 sebagai berikut :
1. Perbedaan qiraat nabi, artinya dalam mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabatnya, nabi memakai beberapa versi qiraat. Misalnya nabi pernah membaca surat as-Sajadah ayat 17 sebagai berikut :
xsù
ãNn=÷ès?
Ó§øÿtR
!$¨B
uÅ"÷zé&
Mçlm;
`ÏiB
Ío§è%
&ûãüôãr&
Lä!#ty_
$yJÎ/
(#qçR%x.
tbqè=yJ÷èt
ÇÊÐÈ
Pada kata (ة)dalam ayat
ini, nabi membaca dengan “ta” (ت) biasa.[http://pintania.wordpress.com/qiraatul-quran/]
2. Pengakuan dari
nabi terhadap berbagai qiraat yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu,
hal ini menyangkut dialek di antara mereka dalam mengucapkan kata-kata di dalam
al-Qur’an. Contohnya ketika seorang Hudzail membaca di hadapan Rasul “atta
hin”. Padahal ia menghendaki “hatta hin”[6]
( [Dr. Rosihin Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung, Pustaka Setia, 2006, hlm 157]
3. Adanya lahjah
atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa arab pada masa turunnya al-Qur’an.
[Ibid, hlm.157]
4. Perbedaan syakh, harakah atau huruf.
Contohnya pada surat al-Baqarah ayat 222 :
wur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜt (
Kata yang digaris bawahi bisa dibaca
“yathurna” dan bisa dibaca “yatthoh-har-na”. jika dibaca qiraat pertama, maka
berarti : “dan jangalah kamu mendekati mereka (istri-istrimu) sampai mereka
suci (berhenti dari haidh tanpa mandi terlebih dahulu). Sedangkan qiraat
kedua berarti: “dan janganlah kamu mendekati mereka (istri-istrimu) sampai
mereka bersuci (berhenti dari haidh dan telah mandi wajib terlebih
dahulu.”[http://pintania.wordpress.com/qiraatul-quran/]
C. PEMBAGIAN ILMU QIRA’AT
Berdasarkan
kuantitas sanad dalam periwayatan qira’at tersebut dari Nabi SAW, maka para
ulama mengklasifikasikan qira’at al-Qur’an menjadi beberapa macam
tingkatan. Sebagian ulama membagi qira’at menjadi 6 macam tingkatan, yaitu
sebagai berikut:
1.المتواتر :
Qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya
bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah. Dan inilah yang umum dalam hal qira’at.
2.المشهور : Qira’at yang shahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat
mutawatir dan sesuai dengan kaidah Bahasa Arab juga rasm Utsmani, Serta
terkenal pula dikalangan para ahli qira’at sehingga karenanya tidak
dikategorikan qira’at yang salah atau syadz.
3.الآحد : Qira’at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm Utsmani
ataupun kaidah Bahasa Arab (qira’at ini tidak termasuk qira’at yang diamalkan).
Qira’at macam ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan
bacaannya.Diantara contohnya ialah seperti yang diriwayatkan dari Abi Bakrah :
متّكِئِيٍنْ عَلَي رَفَارَفٍ خضر وعباقريٍ حسابٍ
4.الشاذ : Qira’at yang cacat sanadnya dan tidak bersambung sampai kepada
Rasulullah saw. Hukum Qira’at ini tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar
shalat, seperti bacaan Q.S. al-Fatiha: 4; qira’at مَلَكَ
يَوْمَ الدِّيْنِ , dengan
bentuk “madhi” dan me-nasabkan “ يوم “ versi qira’at yang terdapat dalam firman
Allah, berikut: مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
5
.الموضوع:
Qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan kepada seseorang tanpa mempunyai dasar
periwayatan sama sekali.
6
6.المدرج : Qira’at
yang berfungsi sebagai tafsir atau penjelas terhadap suatu ayat al-Qur’an
}§øs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4 فِي
مَوَاسِمِ الحَجِّ, !#sÎ*sù OçFôÒsùr& ïÆÏiB ;M»sùttã (
Pada ayat
tersebut terdapat ayat tambahan sebagai tafsirannya, yakni
“مَوَاسِمِ الحَجِّ "في
Dan dari
empat macam qira’at selain al-Mutawaatir dan al-Mashur, semuanya ( al-Ahad,
al-shaz, al-maudhu, dan al-mudraj) tidak boleh dipakai untuk dibaca, baik dalam
shalat maupun diluar shalat, karena hakikatnya ia bukan al-Qur’an.[7]
( abu zakariya Muhyidi ad-din yahya bin sharaf an-nawawi, al-majmu’sharh
al-muhadhab, III:392)
D. MACAM-MACAM QIRA’AT
Dari segi
jumlah, macam-macam qira’at dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
macam qira’at.[8]
[Az-Zarqani, Manahil, I:416-41] yang
terkenal, yaitu :
1.
Qira’at
Sab’ah, adalah qira’at yang dinisbahkan kepada para Imam qurra’ yang tujuh yang
termashur. Mereka adalah Nafi’, Ibn Kathir, Abu ‘Amar, Ibn ‘Amir, Asim, Hamzah
dan Kisa’i.
2.
Qira’at
‘Asharah, adalah qira’at sab’ah yang ditambah dengan tiga qira’at lagi, yang
disandarkan kepada abu ja’far, Ya’qub dan khalaf al-‘Ashir.
3.
Qira’at
Arba’ ‘Asharah, adalah qira’at “asharah yang ditambah dengan empat qira’at lagi
yang disandarkan kepada al-Hasan al-Basri, Ibn al-Muhaysin, Yahya al-Yazidi,
dan ash-Shanbudhi.
Dari ketigamacam qira’at diatas qira’at yang
termashur adalah qira’at saba’ kemudian qira’at asharah.
E. SYARAT-SYARAT SAHNYA
QIRA’AT
Qira’at bukanlah hasil dari ijtihad
para ulama, karena ia bersumber dari Rasulullah SAW. Namun untuk
membedakan mana qira’at yang berasal dari Rasulullah SAW dan mana yang bukan,
maka para ulama menetapkan pedoman atau persyaratan tertentu. Ada 3 persyaratan
bagi qira’at al-Qur’an untuk dapat digolongkan sebagai qira’at shahih, yaitu:
1. صِحَّةُ
السَّنَدِ , harus memiliki sanad yang shahih yang
bersambung kepada Rasulullah saw
2. مُطَابِقَةُ الرَّسْمِ, harus sesuai dengan rasm mushaf salah satu mushaf Utsmani
3. مُوَافِقَةُ العَرَبِيَّةِ , harus sesuai
dengan kaidah Bahasa Arab.
Jika salah satu dari persyaratan ini
tidak terpenuhi, maka qira’at itu dinamakan qira’at yang lemah, syadz atau
bathil sehingga tidak boleh digunakan.
F. MANFAAT ADANYA PERBEDAAN QIRA’AT
Bervariasinya qira’at ( shahih)
ini mengandung banyak faedah dan fungsi diantaranya :
1.
Menunjukkan betapa terjaga
terpeliharanya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan, padahal
kitab al-Qur’an mempunyai sekian banyak segi bacaan yang berbeda-beda.
2.
Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Qur’an
3.
Bukti kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan makna (I’jaz)nya.
Karena setiap qir’at menunjukkan sesuatu hukum syara’ tertentu tanpa perlu
pengulangan lafaz.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
penjelasan-penejlasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan tentang
Qira’atul Qur’an, antara lain :
1.
Qira’atul Qur’an memiliki definisi
yaitu salah satu cabang ilmu Al-Qur’an yang berarti perbedaan cara melafadzkan Al-Qur’an
baik perbedaan menyangkut hurufnya maupun cara melafadzkan huruf-huruf di dalam
Al-Qur’an.
2.
Latar belakang timbulnya perbedaan
qira’at:
a.
Latar belakang historis
3.
Penyebab perbedaan qira’at ada
beberapa macam, yaitu :
a.
Perbedaan qiraat nabi, artinya dalam
mengajarkan al-Qur’an kepada para
sahabatnya,
nabi memakai beberapa versi qiraat.
b.
Pengakuan dari nabi terhadap
berbagai qiraat yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu, hal ini
menyangkut dialek di antara mereka dalam mengucapkan kata-kata di dalam
al-Qur’an.
c.
Adanya lahjah atau dialek kebahasaan
di kalangan bangsa arab pada masa turunnya al-Qur’an.
d.
Perbedaan syakh, harakah atau huruf.
4.
Syarat-syarat sahnya qira’at, yaitu
:
a.
Mutawattir, yaitu qira’at yang
diturunkan dari beberapa orang dan tidak mungkin terjadi kebohongan.
5.
macam-macam qira’at :
§ Qira’at
Sab’ah (Qira’at Tujuh)
§ Qira’at
‘Asyar (Qira’at Sepuluh)
§ Qira’at
Arba’ ‘Asyar (Qira’at Empat Belas)
6.
Syarat sahnya qira’at :
a.
صِحَّةُ
السَّنَد
b.
مُطَابِقَةُ الرَّسْمِ
c.
مُوَافِقَةُ العَرَبِيَّةِ
7.
Manfaat adanya perbedaan qira’at :
a.
Menunjukkan betapa terjaga
terpeliharanya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan, padahal
kitab al-Qur’an mempunyai sekian banyak segi bacaan yang berbeda-beda
b.
Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Qur’an
c.
Bukti kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan makna (I’jaz)nya.
Karena setiap qir’at menunjukkan sesuatu hukum syara’ tertentu tanpa perlu
pengulangan lafaz.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya. Studi Al-Qur’an. Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press. 2011
Badr ad-din Muhammad bin ‘Abdullah az-Zarkasyi, al-qur’an fi ‘Ulumul
al-Qur’an ( Mesir al-halabi, 1975)
alimin mesra dkk, ulumul qur’an, hal 132
alimin mesra dkk, ulumul qur’an, hal 132
Dr.
Rosihin Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung, Pustaka Setia, 2006, hlm 157
http://ade-nophiette.blogspot.com/2012
http://abiquinsa.blogspot.com/2010/10/qiraah-dalam-ulumul-quran
[1] Muhammad ‘Abd al-‘Azim
az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan Fi ‘Ulum al-Qur’an, Vol I (Bairut: Dar al-Fikri,
tt), 412
Tidak ada komentar:
Posting Komentar