Kamis, 04 Oktober 2012


QIRO’ATUL QUR’AN
MAKALAH INI DITUJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
STUDI AL-QUR’AN

                                            Dosen Pembimbing : Drs. M. Sumarkan, M.Hd.

                                                                    Disusun oleh :
                                                 1.    Mutawally
(B53212085)
                                                 2.   
Fadel Muhammad Asror Zain (


FAKULTAS DAKWAH
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN 2012




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
    Salah satu cabang ilmu Al-Qur’an adalah Qiro’atul Qur’an, hal ini seperti yang kita ketahui Al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Quraisy yang mana merupakan bahasa persatuan bangsa Arab. Namun, meskipun demikian bangsa Arab terdiri dari berbagai suku yang memiliki ciri-ciri atau perbedaan dalam dialek (lahjah) antara suku yang satu dengan suku yang lain. Hal ini dikarenakan perbedaaan kondisi alam, seperti letak geografis, dan juga sosio kultural dari masing-masing suku. Perbedaan dialek inilah yang juga menimbulkan lahirnya bermacam-macam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan Al-Qur’an.
    Namun, seperti yang kita ketahui ilmu Qiro’atul Qur’an tidak banyak dipelajari, hanya kalangan tertentu saja yang mempelajarinya seperti kalangan akademisi. Hal tersebut disebabkan karena ilmu ini tidak mempelajari masalah yang berkaitan dengan aspek kehidupan manusia. Namun, ilmu ini merupakan ilmu yang bermanfaat dalam menggali, menjaga, dan mengajarkan berbagai “cara membaca” Al-Qur’an yang sesuai dengan anjuran Rasulullah. Dan hal lain yang tidak kalah penting adalah pengetahuan tentang qira’ah berperan penting dalam memahami perbedaan penafsiran terhadap Al-Qur’an. Sehingga dalam makalah ini akan dibahas tentang Qiro’atul Qur’an.
                                                                                        
B.    Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Qira’atul Qur’an?
2.      Apa saja yang melatarbelakangi timbulnya perbedaan dalam Qira’atul Qur’an ?
3.      Bagaimanakah pembagian qira’at, macam-macamnya, dan syarat sahnya qira’at, serta manfaat adanya perbedaan qira’at?

4.       
BAB II                                             
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN QIRA’AT
Secara etimologi (bahasa) lafal qira’at (قراءة ) merupakan bentuk masdar (verbal noun) dari ( قرأ )[1]  yang  berarti bacaan, dengan demikian qir’at adalah bacaan atau cara membaca.[2] Sedangkan menurut terminologi (istilah), terdapat berbagai pendapat para ulama yang sehubungan dengan pengertian qira’at ini.
  1. Menurut Az-zarqani, al-qira’at adalah :
“ suatuMadzhab yang dianut oleh seorang imam qira’at yang berbeda dengan para imam qurra’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an dengan kesesuaian riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuk-bentuk.”( tim penyusun MKD, studi Al-qur’an, Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press, 2011, Hal. 192)
2.      Menurut Az-zarkasyi :
“Qira’at adalah perbedaan (cara mengucapkan) lafazh-lafazh tashdid dan lain-lainya Menurutnya, qira’at harus melalui talaqqi dan mushafahah, karena dalam qira’ah banyak hal yang tidak bisa dibaca kecuali dengan mendengar langsung dari seorang guru dan bertatap muka. ( Badr ad-din Muhammad bin ‘Abdullah az-Zarkasyi, al-qur’an fi ‘Ulumul al-Qur’an ( Mesir al-halabi, 1975), hal. 318)
Ibnu al-Jazari dalam kitabnya Munjid al-Muqri’in mengatakan :
“ Qira’at adalah pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalimat al-Qur’an dan perbedaanya dengan menyandarkan pada penukilnya”. (Ibnu al-jazari, munjid al-Muqri’in..
  • Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
  1. Qira’at adalah ilmu tentang cara membaca al-Qur’an yang dipilih oleh salah seorang ahli atau imam qira’at atau sama halnya dengan bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas ; seperti qira’at nafi, qira’at ibnu kathir, qira’at ya’qub dan lain sebagainya. Cara pelafalan ayat-ayat al-Qur’an itu berdasarkan atas riwayat yang bersambung kepada nabi. Jadi, bersifat tauqifi bukan ijtihadi.
  2. Ruang lingkup perbedaan qira’at itu menyangkut persoalan lughat, hadzhaf (membuang huruf), i’rab,itsbat (menetapkan huruf), fashl (memisahkan huruf), dan washl (menyambungkan huruf).[3] [ alimin mesra dkk, ulumul qur’an, hal 132)
B. Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
Ø  Latar Belakang Historis
Qira’at sebenarnya telah muncul sejak zaman Nabi walaupun pada saat itu qira’at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu, ada beberapa riwayat yang dapat mendukung asumsi ini, yaitu :
Suatu ketika Umar bin Khattab menemukan perbedaan cara membaca ayat al-Qur’an dengan Hisyam. Kemudian peristiwa perbedaan membaca ini mereka laporkan ke Rasulullah Saw. Maka beliau menjawab dengan sabdanya,
إِنَّ هذَا القُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مَاتَيَسَّرَمِنْهُ
 yang artinya :“ Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap mudah.dari tujuh huruf itu.”[4] ( Al-Bukhori, Shahih al-Bukhori : III:227)
Imam Bukhori juga meriwayatkan dari Ibn Abbas r.a ;


“ sesungguhnya Rasulullah saw bersabda :” Malaikat jibril telah membacakan al-Qur’an kepadaku dengan satu cara membaca,tetapi saya meminta dia mengulanginya, sehingga saya selalu minta dia menambah cara bacaanya, dan diapun selalu menambah bacaan kepadaku sehingga sampai berjumlah tujuh bacaan”[5] [ Tim Penyusun MKD, Studi Al-Qur’an, Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press, 2011, hlm. 196]
Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qira’at dimulai pada masa tabi’in, yaitu pad awal abad II H, tatkala para qari’ tersebar di berbagai pelosok, telah tersebar di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mngemukakan qira’at gurunya daripada mengikuti qira’at imam-imam lainnya. Qira’at-qira’at tersebut diajarkan secara turun-menurun dari guru ke murid, sehingga sampai kepada imam qira’at baik yang tujuh, sepuluh atau yang empat belas. Timbulnya sebab lain dengan penyebaran qori’-qori’ ke berbagai penjuru pada masa Abu Bakar, maka timbullah qira’at yang beragam. Lebih-lebih setelah terjadinya transpormasi bahasa dan akulturasi akibat bersentuhan dengan bangsa-bangsa bukan arab, yang pada akhirnya perbedaan qira’at itu berada pada kondisi itu secara tepat.
C.    PENYEBAB PERBEDAAN QIRA’AT
Sebab-sebab munculnya beberapa qira’at yang berbeda, antara lain :
1.    Perbedaan qiraat nabi, artinya dalam mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabatnya, nabi memakai beberapa versi qiraat. Misalnya nabi pernah membaca surat as-Sajadah ayat 17 sebagai berikut :
Ÿxsù ãNn=÷ès? Ó§øÿtR !$¨B uÅ"÷zé& Mçlm; `ÏiB Ío§è% &ûãüôãr& Lä!#ty_ $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÐÈ  
Pada kata (ة)dalam ayat ini, nabi membaca dengan “ta” (ت) biasa.[http://pintania.wordpress.com/qiraatul-quran/]
2.    Pengakuan dari nabi terhadap berbagai qiraat yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu, hal ini menyangkut dialek di antara mereka dalam mengucapkan kata-kata di dalam al-Qur’an. Contohnya ketika seorang Hudzail membaca di hadapan Rasul “atta hin”. Padahal ia menghendaki “hatta hin”[6] ( [Dr. Rosihin Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung, Pustaka Setia, 2006, hlm 157]
3.    Adanya lahjah atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa arab pada masa turunnya al-Qur’an. [Ibid, hlm.157]
4.    Perbedaan syakh, harakah atau huruf. Contohnya pada surat al-Baqarah ayat 222 :
           
Ÿwur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜtƒ (
Kata yang digaris bawahi bisa dibaca “yathurna” dan bisa dibaca “yatthoh-har-na”. jika dibaca qiraat pertama, maka berarti : “dan jangalah kamu mendekati mereka (istri-istrimu) sampai mereka suci (berhenti dari haidh tanpa mandi terlebih dahulu). Sedangkan  qiraat kedua berarti: “dan janganlah kamu mendekati mereka (istri-istrimu) sampai mereka bersuci (berhenti dari haidh dan telah mandi wajib terlebih dahulu.”[http://pintania.wordpress.com/qiraatul-quran/]
C. PEMBAGIAN ILMU QIRA’AT
Berdasarkan kuantitas sanad dalam periwayatan qira’at tersebut dari Nabi SAW, maka para ulama mengklasifikasikan qira’at al-Qur’an menjadi  beberapa macam tingkatan. Sebagian ulama membagi qira’at menjadi 6 macam tingkatan, yaitu sebagai berikut:
1.المتواتر : Qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah. Dan inilah yang umum dalam hal qira’at.
2.المشهور : Qira’at yang shahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir dan sesuai dengan kaidah Bahasa Arab juga rasm Utsmani, Serta terkenal pula dikalangan para ahli qira’at sehingga karenanya tidak dikategorikan qira’at yang salah atau syadz.
3.الآحد : Qira’at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm Utsmani ataupun kaidah Bahasa Arab (qira’at ini tidak termasuk qira’at yang diamalkan). Qira’at macam ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan bacaannya.Diantara contohnya ialah seperti yang diriwayatkan dari Abi Bakrah :
متّكِئِيٍنْ عَلَي رَفَارَفٍ خضر وعباقريٍ حسابٍ                                                               
4.الشاذ : Qira’at yang cacat sanadnya dan tidak bersambung sampai kepada Rasulullah saw. Hukum Qira’at ini tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar shalat, seperti bacaan Q.S. al-Fatiha: 4; qira’at مَلَكَ يَوْمَ الدِّيْنِ , dengan bentuk “madhi” dan me-nasabkan “ يوم “ versi qira’at yang terdapat dalam firman Allah, berikut: مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
5        .الموضوع: Qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan kepada seseorang tanpa mempunyai dasar periwayatan sama sekali.
6        6.المدرج : Qira’at yang berfungsi sebagai tafsir atau penjelas terhadap suatu ayat al-Qur’an
}§øŠs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4 فِي  مَوَاسِمِ الحَجِّ, !#sŒÎ*sù OçFôÒsùr& ïÆÏiB ;M»sùttã (
Pada ayat tersebut terdapat ayat tambahan sebagai tafsirannya, yakni  مَوَاسِمِ الحَجِّ "في
Dan dari empat macam qira’at selain al-Mutawaatir dan al-Mashur, semuanya ( al-Ahad, al-shaz, al-maudhu, dan al-mudraj) tidak boleh dipakai untuk dibaca, baik dalam shalat maupun diluar shalat, karena hakikatnya ia bukan al-Qur’an.[7] ( abu zakariya Muhyidi ad-din yahya bin sharaf an-nawawi, al-majmu’sharh al-muhadhab, III:392)
D. MACAM-MACAM QIRA’AT
Dari segi jumlah, macam-macam qira’at dapat dibagi menjadi  3 (tiga)  macam qira’at.[8] [Az-Zarqani, Manahil, I:416-41]  yang terkenal, yaitu :
1.      Qira’at Sab’ah, adalah qira’at yang dinisbahkan kepada para Imam qurra’ yang tujuh yang termashur. Mereka adalah Nafi’, Ibn Kathir, Abu ‘Amar, Ibn ‘Amir, Asim, Hamzah dan Kisa’i.
2.      Qira’at ‘Asharah, adalah qira’at sab’ah yang ditambah dengan tiga qira’at lagi, yang disandarkan kepada abu ja’far, Ya’qub dan khalaf al-‘Ashir.
3.      Qira’at Arba’ ‘Asharah, adalah qira’at “asharah yang ditambah dengan empat qira’at lagi yang disandarkan kepada al-Hasan al-Basri, Ibn al-Muhaysin, Yahya al-Yazidi, dan ash-Shanbudhi.
Dari ketigamacam qira’at diatas qira’at yang termashur adalah qira’at saba’ kemudian qira’at asharah.
E. SYARAT-SYARAT SAHNYA QIRA’AT
Qira’at bukanlah hasil dari ijtihad para ulama, karena ia bersumber dari Rasulullah  SAW. Namun untuk membedakan mana qira’at yang berasal dari Rasulullah SAW dan mana yang bukan, maka para ulama menetapkan pedoman atau persyaratan tertentu. Ada 3 persyaratan bagi qira’at al-Qur’an untuk dapat digolongkan sebagai qira’at shahih, yaitu:
1.  صِحَّةُ السَّنَدِ , harus memiliki sanad yang shahih yang bersambung kepada Rasulullah saw
2. مُطَابِقَةُ الرَّسْمِ, harus sesuai dengan rasm mushaf salah satu mushaf Utsmani
3. مُوَافِقَةُ العَرَبِيَّةِ , harus sesuai dengan kaidah Bahasa Arab.
Jika salah satu dari persyaratan ini tidak terpenuhi, maka qira’at itu dinamakan qira’at yang lemah, syadz atau bathil sehingga tidak boleh digunakan.

F. MANFAAT ADANYA PERBEDAAN QIRA’AT
  Bervariasinya qira’at ( shahih) ini mengandung banyak faedah dan fungsi diantaranya :
1.      Menunjukkan betapa terjaga  terpeliharanya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan, padahal kitab al-Qur’an mempunyai sekian banyak segi bacaan yang berbeda-beda.
2.      Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Qur’an
3.      Bukti kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan makna (I’jaz)nya. Karena setiap qir’at menunjukkan sesuatu hukum syara’ tertentu tanpa perlu pengulangan lafaz.
                                                    
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan-penejlasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan tentang Qira’atul Qur’an, antara lain :
1.      Qira’atul Qur’an memiliki definisi yaitu salah satu cabang ilmu Al-Qur’an yang berarti perbedaan cara melafadzkan Al-Qur’an baik perbedaan menyangkut hurufnya maupun cara melafadzkan huruf-huruf di dalam Al-Qur’an.
2.      Latar belakang timbulnya perbedaan qira’at:
a.       Latar belakang historis
3.      Penyebab perbedaan qira’at ada beberapa macam, yaitu :
a.       Perbedaan qiraat nabi, artinya dalam mengajarkan al-Qur’an kepada para
sahabatnya, nabi memakai beberapa versi qiraat.
b.      Pengakuan dari nabi terhadap berbagai qiraat yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu, hal ini menyangkut dialek di antara mereka dalam mengucapkan kata-kata di dalam al-Qur’an.
c.       Adanya lahjah atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa arab pada masa turunnya al-Qur’an.
d.      Perbedaan syakh, harakah atau huruf.
4.      Syarat-syarat sahnya qira’at, yaitu :
a.       Mutawattir, yaitu qira’at yang diturunkan dari beberapa orang dan tidak mungkin terjadi kebohongan.
5.      macam-macam qira’at :
§  Qira’at Sab’ah (Qira’at Tujuh)
§  Qira’at ‘Asyar (Qira’at Sepuluh)
§  Qira’at Arba’ ‘Asyar (Qira’at Empat Belas)
6.      Syarat sahnya qira’at :
a.        صِحَّةُ السَّنَد   
b.       مُطَابِقَةُ الرَّسْمِ
c.       مُوَافِقَةُ العَرَبِيَّةِ
7.      Manfaat adanya perbedaan qira’at :
a.       Menunjukkan betapa terjaga  terpeliharanya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan, padahal kitab al-Qur’an mempunyai sekian banyak segi bacaan yang berbeda-beda
b.      Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Qur’an
c.       Bukti kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan makna (I’jaz)nya. Karena setiap qir’at menunjukkan sesuatu hukum syara’ tertentu tanpa perlu pengulangan lafaz.


                         



DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya. Studi Al-Qur’an. Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press. 2011
Badr ad-din Muhammad bin ‘Abdullah az-Zarkasyi, al-qur’an fi ‘Ulumul al-Qur’an ( Mesir al-halabi, 1975)
alimin mesra dkk, ulumul qur’an, hal 132
Dr. Rosihin Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung, Pustaka Setia, 2006, hlm 157
        http://ade-nophiette.blogspot.com/2012        
http://abiquinsa.blogspot.com/2010/10/qiraah-dalam-ulumul-quran






















[1] Muhammad ‘Abd al-‘Azim az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan Fi ‘Ulum al-Qur’an, Vol I (Bairut: Dar al-Fikri, tt), 412
[2] Ahmad warson munawwir, kamus al-Munawwir Arab-Indonesia terlengkap ( surabaya : Pustaka
[3] alimin mesra dkk, ulumul qur’an, hal 132
[4] Al-Bukhori, shahih al-Bukhari : III:227.                 
[5] Tim penyusun MKD, studi al-Qur’an, surabaya, IAIN Sunan Ampel press, hlm. 196.
[6] Dr. Rosihin Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung, Pustaka Setia, 2006, hlm 157]
[7] abu zakariya Muhyidi ad-din yahya bin sharaf an-nawawi, al-majmu’sharh al-muhadhab, III:392
[8] [Az-Zarqani, Manahil, I:416-41]                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar